Lim Wasim

Lim Wasim (lahir di Bandung, 1929, wafat 2004) adalah seorang pelukis berkebangsaan Indonesia. Lim Wasim bersama Lee Man Fong menjadi pelukis istana kedua, menggantikan Dullah, pada masa pemerintahan Soekarno.[1]

Riwayat hidup

Lim Wasim lahir dalam keluarga Tionghoa yang menjalankan bisnis rumah makan "Hoa Siang" di Bandung. Meskipun demikian, Wasim mengaku ingin menjadi seorang pelukis. Dari saran ayahnya, Lim belajar pada Sudjana Kerton, seorang pelukis Bandung yang terkenal. Tak lama, Sudjana mendapatkan beasiswa ke Belanda. Wasim pun berganti guru kepada Mochtar Apin, seniman yang akhirnya menjadi profesor seni rupa ITB. Belum tuntas belajar, lagi-lagi gurunya mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Belanda. Dalam pencarian guru baru, ia berkenalan dengan Abedy, seorang seniman yang memiliki nama bagus di Bandung. Lagi-lagi, gurunya mendapatkan beasiswa ke Belanda. Pada 1950, ia menempuh pendidikan seni rupa di Institut Seni Beijing. Di sana, ia mendapatkan guru yang sudah memiliki reputasi internasional, seperti Wu Guanzhong dan Xu Beihong.[1][2]

Penghargaan

Lim Wasim mendapatkan sejumlah penghargaan, di antaranya:[3]

  • International Biographical Centre, Inggris (1975)
  • Medali emas Golden Centaur, Amerika Serikat (1982)

Catatan kaki

  1. ^ a b "Indonesian Visual Art Archive | Karya-Karya Lim Wasim". archive.ivaa-online.org. Diakses tanggal 2021-04-08. 
  2. ^ T, Agus Dermawan (2011). Riwayat yang terlewat: 111 cerita ajaib dunia seni. Intisari Mediatama. ISBN 978-979-23-5817-9. 
  3. ^ Administrator (2004-09-13). "Lim Wasim, Sang Pelukis Istana". Tempo.co. Diakses tanggal 2021-04-08.