Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (bahasa Inggris: United States Agency for International Development, USAID) adalah badan independen dari pemerintahan Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas bantuan untuk bidang ekonomi, pembangunan, dan kemanusiaan untuk negara-negara lain didunia dalam mendukung tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.[5]
Misi USAID di Indonesia dikepalai oleh Sutradara Misi (Mission Director) dan Wakil Sutradara Misi (Deputy Mission Director).
USAID ada di Indonesia dengan tujuan untuk membantu dalam mempercepat transisi demokrasi Indonesia melalui;
Dalam mendukung proses desentralisasi daerah di Indonesia, program-program USAID antara lain mendukung perbaikan jasa pelayanan lokal dan perencanaan budgeting pada sektor-sektor penanganan dan pengolahan sumber daya alam dan kesehatan.
Untuk mengurangi ancaman konflik dan krisis di Indonesia yang terkait dengan kekerasan etnis dan agama, USAID menyediakan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi dan korban bencana alam.
Aktivitas USAID juga memprioritaskan sektor kesehatan seperti ketahanan hidup anak, keluarga berencana dan HIV/AIDS. Dalam mengimplemetasikan hal ini USAID bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, Badan Badan Donor lainnya, dan Organisasi Indonesia dan Organisasi Internasional lainnya.
Pada awal 1970-an, USAID turut membantu pencarian lokasi potensial untuk bandara baru internasional. Waktu itu, pilihan lokasinya adalah Jonggol, Malaka, Babakan, Halim, Curug, Tangerang Selatan, dan Tangerang Utara. USAID pun akhirnya menyarankan Jonggol sebagai lokasi yang paling tepat sebagai tempat beridirinyai Bandara Internasional yang baru.
Pada 1974-1975, konsorsium konsultan Kanada yang terdiri dari Aviation Planning Services Ltd., Searlee Wilbee Rowland (SWR) Bersama PT Konavi sebagai mitra perwakilan dari Indonesia akhirnya memutuskan membangun bandara internasional baru di Cengkareng, Tangerang bukan di Jonggol seperti hasil kajian USAID, alasannya adalah wilayah Jonggol belum terkoneksi dengan moda transportasi lain. Akhirnya bandara baru tersebut dinamai Jakarta International Airport Cengkareng (kode: JIAC) dengan nilai proyek sebesar 1 juta dolar Kanada.
Pada tahun 1978, USAID berencana membangun sebuah Laboratorium Hidup (Living Lab) dengan fokus keilmuan Sosiologi dan Antropologi di tiga desa (Singajaya, Bojong dan Sukasirna), Wilayah Jonggol. Namun sejumlah pihak dari kalangan aktivis, akademisi menentang proyek Laboratorium Hidup tersebut dengan berbagai alasan, mulai dari potensi eksploitasi terhadap manusia hingga ancaman kedaulatan kedaulatan negara. Panglima ABRI kala itu, Jenderal. TNI. Muhammad Jusuf juga menentang proyek tersebut, ia bahkan mengutarakan sikapnya langsung kepada Presiden Soeharto, kemudian Soeharto melobby Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter pada akhirnya ia membatalkan proyek laboratorium hidup tersebut.[6]
Lokasi Pengunjung: 3.233.221.90