Kerajaan Kaibus, dikenal juga sebagai Petuanan Teminabuan[butuh rujukan], adalah satu pemerintahan tradisional suku Tehit. Petuanan ini merupakan petuanan yang dianggap paling berpengaruh di wilayah Teminabuan.[3] Petuanan Teminabuan berada di bawah wilayah pengaruh Kerajaan Sailolof yang berpusat di Sailolof, Pulau Salawati.[4]
Sejarah
Mengutip perkataan Jaap Timmer, seorang penulis berkebangsaan Belanda.[4]
"Wilayah Teminabuan termasuk dalam wilayah pengaruh 'kerajaan' Sailolof, yang pemimpinnya ditunjuk sebagai anak sungai dari sultan Tidore. Mitologi Imyan dan Tehit, kisah asal usul, dan penjelasan mengenai pembagian kekayaan yang timpang di dunia, menggambarkan Tidore dan Sailolof sebagai pusat kekayaan dan pengetahuan. Raja Sailolof berdiam di Pulau Salawati, salah satu pulau di Kepulauan Raja Ampat yang terletak di sebelah barat Semenanjung Kepala Burung.
Teminabuan dan Inanwatan juga tercatat pernah berada di bawah pemerintahan Kesultanan Tidore (zelfbestuur) pada masa-masa akhir berdirinya. Tercatat dalam sejarah, tiga orang dari wilayah Teminabuan dan Ayamaru ditetapkan sebagai raja. Mereka adalah Angguok Kondjol (Fle-Fle Kondjol) sebagai Raja Kaibus, Isak Besi Thesia sebagai Raja Siribau, Flebroe Solossa sebagai Raja Framu (Ayamaru),[4] kemudian juga Raja Kambuaya.[5]
Ketiga raja tersebut diangkat oleh utusan Kesultanan Tidore di Kampung Wersar, dekat Sungai Kaibus. Sebagai bukti pengangkatan, mereka menerima medali dan tongkat kebesaran serta songkok. Surat pengangkatan itu tertulis dalam bahasa Belanda dan Melayu. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1920 hingga 1930-an.[4]
Daftar penguasa
Nama
|
Gelar
|
Tahun berkuasa
|
Angguok Kondjol
|
Raja Kaibus I
|
1920-an – tidak diketahui
|
Marthen Mage Kondjol[5]
|
Raja Kaibus II
|
tidak diketahui – 1961
|
Samuel Kondjol[5]
|
Raja Kaibus III
|
1961 – 1990-an
|
Melkianus Kondjol[2]
|
Raja Kaibus IV
|
1990-an – sekarang
|
Wilayah kekuasaan
Raja Kaibus Angguok dianggap berperan aktif dalam penyebaran Kekristenan di Teminabuan, Ayamaru, Aitinyo, dan Aifat. Menurut catatan petugas sipil Belanda, Dumas, dalam Memorandum for the Afdeeling West Nieuw-Guinea (1911), Angguok adalah perantara antara pemerintah kolonial Belanda dengan orang Papua di sekitar Sungai Kaibus. Beberapa lagu lokal juga menceritakan kisah perjalanan Angguok sebagai pahlawan dari Sungai Kaibus hingga Sungai Seremuk. Ia digambarkan sebagai orang kuat yang berkuasa atas wilayah pesisir dari Inanwatan sampai Tanjung Sele. Ia juga sukses menangkap budak yang kemudian dijual kepada kerajaan-kerajaan di Semenanjung Onin maupun kepada kerajaan di Salawati.[1]
Lihat juga
Referensi
- ^ a b Martin Slama and Jenny Munro, ed. (2015). From 'Stone Age' to 'Real Time' Exploring Papuan Temporalities, Mobilities, and Religiosities. Canberra: Australian National University Press. hlm. 111. ISBN 978-1-925022-43-8.
- ^ a b "Raja Kaibus Minta Hadirkan Raja Arfan, Tuntaskan Masalah Botain". arsip.jubi.id. 16 Juni 2015. Diakses tanggal 15 Maret 2024.
- ^ Handoko, Soewarto; Rumbewas, Dominggus; Sawaki, Marthen; Krenak, Thonce; Sunaryo, Suristina (1983). Isi dan Kelengkapan Rumah Tangga Tradisional Menurut Tujuan, Fungsi dan Kegunaannya Daerah Irian Jaya (PDF). Indonesia: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses tanggal 2022-02-10.
- ^ a b c d "Teminabuan dan Inanwatan dari Masa ke Masa". Jejak Sejarah. Indonesia. 2023. Diakses tanggal 15 Maret 2024.
- ^ a b c Dhemus, Niko (2024-01-30). "Sejarah Kampung Wersar, Kampung Tertua Di Kabupaten Sorong Selatan". SUARA KEADILAN NEWS. Diakses tanggal 2024-04-25.