Kapal penjelajah Jepang Tone (1937)

Tone mengarungi lautan
Sejarah
Kekaisaran Jepang
Nama Tone
Asal nama Sungai Tone
Dipesan 1932 (Tahun Fiskal)
Pasang lunas 1 Desember 1934
Diluncurkan 21 November 1937
Selesai 1938
Mulai berlayar 20 November 1938[1]
Dicoret 20 November 1945
Nasib Tenggelam 24 Juli 1945 oleh kapal induk USN di Kure, Hiroshima 34°14′N 132°30′E / 34.233°N 132.500°E / 34.233; 132.500. Bangkainya diangkat setelah perang dan dihancurkan di Kure tahun 1948.
Ciri-ciri umum
Kelas dan jenis kapal penjelajah kelas-Tone
Tonase 2700 ton
Berat benaman
Panjang 189,1 m (620 ft 5 in)
Lebar 19,4 m (63 ft 8 in)
Daya muat 6,2 m (20 ft 4 in)
Tenaga 152.189 shp (113.487 kW)
Pendorong
  • 8 Turbin bergir Gihon
  • 8 pendidih bahan bakar minyak
  • 4 poros
Kecepatan 35,55-knot (65,84 km/h)
Jangkauan 9.240 nmi (17.110 km) pada 18 knot (33 km/h)
Awak kapal 874 orang
Senjata
Pelindung
  • 100 mm (3,9 in) (Sabuk)
  • 65–30 mm (2,6–1,2 in) (Geladak)
  • Pesawat yang
    diangkut
    6 x pesawat terbang apung Aichi E13A

    Tone (利根) adalah kapal pemimpin dalam kapal penjelajah berat kapal penjelajah kelas Tone milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Ia dinamai dari Sungai Tone, di Wilayah Kantō, Jepang. Ia selesai dibangun pada 20 November 1938 di galangan kapal Mitsubishi di Nagasaki. Tone dirancang untuk misi pengintaian jarak jauh dan memiliki kapasitas pesawat terbang apung yang besar. Dalam Perang Dunia II, ia biasanya membantu pengintaian bagi para satuan tugas kapal induk. Dalam tugas pengintaian, ia selalu beroperasi dengan adiknya Chikuma.

    Konstruksi

    Tone merupakan kakak sulung dari kelas Tone yang lahir pada 20 November 1983 di Nagasaki. Ia dan adiknya, Chikuma, diciptakan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang untuk menjadi pengganti "mata" dari para kapal induk yang perannya pada Perang Dunia 2 dialihkan sehingga lebih berorientasi ke penyerangan murni. Awalnya mereka berdua direncanakan untuk menjadi bagian dari kelas Mogami kelima dan keenam. Namun, sejak ditemukannya kelemahan fatal pada desain kelas Mogami saat Insiden Armada Keempat (1935) dan karena Jepang sudah tidak perlu lagi mengikuti kesepakatan Traktat Angkatan Laut London, maka dimulailah pembuatan kelas baru yang dinamakan kelas Tone.

    Karier

    Sepanjang sejarah Perang Dunia 2, Tone sangat sering dikirim bersama-sama dengan Chikuma dalam beberapa operasi yang membutuhkan jasa 'mata-mata terbang'-nya. Penyerangan ke Pearl Harbor, invasi ke Pulau Wake, dan penyerbuan Port Darwin merupakan karier militernya bersama Chikuma untuk pertama kalinya dan kesuksesan ketiga operasi ini sangat bergantung pada pesawat mata-mata mereka. Tone juga sempat ambil bagian dalam bagian akhir Pertempuran Laut Jawa, yaitu pada saat penyerbuan kota Cilacap yang akhirnya membuat Belanda menyerah (dan tak bisa melarikan Bung Karno ke Australia karena cegatan Kaga dan Tone).

    Tone juga merupakan salah satu bagian dari armada besar dalam Serangan Samudra Hindia pada 5 April 1942 yang melibatkan 315 pesawat untuk menyerbu pangkalan Inggris di Colombo. Setelahnya, ia juga turut serta dalam Pertempuran Midway dimana informasi mata-mata dari pesawatnya yang terlambat sampai ke telinga Admiral Nagumo akibat terlalu berbelit-belitnya sistem birokrasi internal armada, menjadi awal kehancuran kekuatan udara Kekaisaran Jepang di Perang Dunia 2 setelah musnahnya keempat kapal induk utama IJN di pertempuran tersebut.

    Setelah insiden tersebut, Tone juga ikut dalam Kampanye Kepulauan Aleut di utara lalu beralih lagi ke selatan untuk Pertempuran Kepulauan Solomon Timur dan Pertempuran Kepulauan Santa Cruz yang menjadi bagian saling-silang dari Kampanye Kepulauan Solomon dan Kampanye Guadalkanal. Setelahnya Tone bersama-sama dengan Suzuya dan Kumano bergabung membentuk Divisi Cruiser 7 dibawah komando utama Admiral Madya Shoji Nishimura.

    Pada masa-masa ini, terdapat sejarah kelam dari Tone dimana kapten kapalnya, Haruo Mayazumi, dan kapten kapal Aoba, Admiral Naomasa Sakonju, melakukan tindak kriminal perang dengan membunuh 76 tawanan perang Sekutu di laut Batavia pada serangkaian operasi penyeerangan Samudra Hindia tahun 1944. Setelah perang usai, kelak Naomasa Sakonju akan dijatuhi hukuman mati dan Mayazumi hanya dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun.

    Dua pertempuran terakhir Tone terjadi pada masa Pertempuran Laut Filipina dimana terjadi insiden "Great Marianas Turkey Shoot", dan Pertempuran Teluk Leyte sebagai bagian dari Pasukan Penyerbu Pertama milik Armada Kurita (Center Force). Sementara semua cruiser yang sepantaran dengannya dan adiknya satu per satu berguguran, Tone berhasil melalui tiga pertempuran tersebut dengan selamat: Pertempuran Palawan Passage, Pertempuran Laut Sibuya, dan Pertempuran Samar.

    Nasib

    Masa-masa akhir hidup Tone sepanjang tahun 1945 dihabiskannya dengan menjadi kapal latihan, dan ia pun menemui ajalnya pada 24 Juli 1945 di peristiwa pemboman pangkalan Kure oleh Sekutu. Pada saat itu Tone hanya mampu berperan sebagai 'benteng mengapung' yang bergantung pada AAA-nya saja, dan tenggelam karena terkena bom dari pesawat-pesawat milik USS Wasp, Bataan, dan Ticonderoga. Dua sampai tiga tahun setelah Perang Dunia 2 berakhir, jasadnya diangkat kembali ke permukaan untuk dibesituakan.

    Catatan kaki

    1. ^ Lacroix, Japanese Cruisers, hal. 794

    Referensi

    Pranala luar