Investasi bertanggung jawab sosial

Investasi bertanggung jawab sosial atau investasi sosial (SRI - bahasa Inggris: social responsibility investment) adalah suatu bentuk strategi investasi yang menggabungkan antara perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan kebajikan sosial.

Umumnya investor "tanggung jawab sosial" menghargai praktik tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan hidup, mendukung suasana pembauran (tidak ada diskriminasi), serta peningkatan keamanan dan kualitas produk.

Sejarah

Sejarah dimulainya investasi bertanggung jawab sosial ini mungkin saja berhubungan dengan banyak sekali orang maupun tempat, namun beberapa mempercayai bahwa investasi sosial ini dimulai dengan Religious Society of Friends suatu kelompok denominasi Kristen yang kini dikenal dengan nama Quakers. Pada tahun 1758, pada pertemuan tahunan kelompok "Quaker" di Philadelphia dikeluarkan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam perdagangan perbudakan . Selama ini lembaga-lembaga keagamaan senantiasa menjadi pelopor atas investasi sosial, dimana salah satu penyebar pola pikir "investasi sosial" ini adalah John Wesley (1703-1791), yang merupakan pendiri gereja Methodis. Salah satu khotbah nya yang berjudul The Use of Money ( pemanfaatan uang anda) menggaris bawahi doktrinnya mengenai investasi sosial - misalnya dengan tidak merugikan tetangga dalam menjalankan praktik bisnis dan menghindari industri seperti penyamakan kulit dengan menggunakan tanin dan bahan kimia yang dapat mencemari sungai dan kali.

Investasi bertanggung jawab dalam dunia modern dimulai pada waktu perang Vietnam.[1][2] Banyak orang pada masa itu yang masih teringat atas foto menghebohkan yang dibuat pada bulan Juni 1972 dimana terlihat pada foto tersebut seorang anak perempuan berusia sembilan tahun bernama Phan Thị Kim Phúc yang berlari dengan telanjang bulat kearah si fotografer sambil menjerit dimana punggungnya mengalami luka bakar hebat akibat bom napalm yang dijatuhkan di tengah kampungnya. Foto tersebut menggambarkan kekejaman dari Dow Chemical,[3] yang merupakan perusahaan pembuat napalm,[4] dan hal ini menjadi pemicu protes diberbagai negara terhadap Dow Chemical dan perusahaan lainnya yang mengambil keuntungan dari perang Vietnam. Pada periode 1970an, para aktivis investasi sosial ini mengalihkan perhatiannya pada tenaga nuklir dan emisi gas buang.

Setelah terjadinya pembunuhan besar-besaran terhadap para demonstran berkulit hitam pada 21 Maret 1960 di Sharpeville, Afrika Selatan oleh polisi maka pada periode 1970an hingga awal 1990an,[5] lembaga-lembaga besar menghindari berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan pemerintahan dan pengambil kebijakan apartheid di Afrika. Setelah peristiwa pembunuhan besar-besaran di Sharpeville tersebut, kelompok-kelompok internasional yang menentang apartheid makin menguat. Pada tahun 1976 Amerika melakukan embargo senjata terhadap Afrika Selatan. Pada tahun 1971, seorang pendeta yang pada saat itu menjadi anggota dewan pada General Motors menuliskan suatu "aturan perilaku" bagi para praktisi bisnis di Afrika Selatan yang dikenal sebagai Prinsip Sullivan. Dengan menggunakan prinsip ini maka dilakukan upaya untuk mendokumentasikan praktik dari perusahaan-perusahaan Amerika di Afrika Selatan. Laporan yang dibuat berdasarkan penerapan prinsip Sullivan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Amerkia tidak berupaya melakukan perbaikan atas praktik diskriminasi yang mereka lakukan di Afrika Selatan. Disebabkan oleh laporan ini maka timbullah tekanan politik; kota-kota, negara-negara, universitas-universitas, kelompok-kelompok keagamaan, dan dana pensiun dari seluruh negara bagian Amerika mulai melakukan divestasi investasi ataupun menarik investasi mereka dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Afrika Selatan. Selanjutnya arus negatif investasi dollar ini memaksa suatu kelompok usaha yang mewakili 75% dari tenaga kerja Afrika Selatan untuk membuat suatu piagam yang menyerukan pengakhiran dari apartheid. Sewaktu upaya investor bertanggung jawab sosial secara sendirian tidak mampu mengakhiri apartheid maka mereka memusatkan pendekatannya pada dunia internasional guna memberikan tekanan pada komunitas usaha di Afrika Selatan [6]

Aplikasi di dunia modern

Terjadi ledakan investasi bertanggungjawab sosial baik di pasar Amerika maupun Eropa. Di Amerika pada periode 2001 dan 2002 dimana investasi disebahagian besar dunia terasa diam di tempat, namun investasi sosial ini tetap bagus. Total aset investasi sosial ini pada tahun 2003 mencapai nilai 2,15 triliun USD naik dari nilai 2,01 triliun USD pada tahun 2001. Portofolio menunjukkan pertumbuhan sebesar 7% sejak tahun 2001 sedangkan pada periode yang sama, keseluruhan portofolio dunia yang di kelola mengalami penurunan sebesar 4 %. Menurut Forum Investasi Sosial pada tahun 2003, laporan menunjukkan bahwa investasi bertanggung jawab sosial ini menjadi kecenderungan di Amerika.

Penelitian yang dilakukan oleh konsultan keuangan Celent memperkirakan bahwa pada tahun 2011 pasar investasi sosial ini di Amerika akan mencapai nilai sebesar 3 triliun USD . Pasar investasi sosial di Eropa tumbuh dari 1 triliun Euro menjadi 1,6 triliun Euro pada tahun 2007.[7]

Reksadana

Berdasarkan data pada tahun 2003, reksadana berbasiskan investasi pada perusahaan bertanggung jawab sosial mengalami peningkatan menjadi 200 reksadana pada tahun 2003, naik dari 181 reksadana pada tahun 2001, 168 pada tahun 1999, 139 pada tahun 1997. Berdasarkan laporan, aset reksadana sosial ini meningkat 19% menjadi 162 miliar USD pada tahun 2001. Lebih dari separuhnya (51%) dari pertumbuhan ini berasal baik dari reksadana baru dibuat maupun yang baru diperkenalkan dan 49% sisanya mewakili pertumbuhan atas aset yang dikelola. Dari sisi peningkatan aset investor, reksadana sosial ini menunjukkan pertumbuhan atas keuntungan bersih pada tahun 2002 dimana reksadana lainnya mengalami kelesuan. Menurut Lipper, reksadana sosial menerima arus dana investasi sebesar 1,2 miliar USD pada tahun 2002, sedangkan pada tahun yang sama terjadi penarikan dana investasi pada reksadana Amerika mendekati nilai 10,5 miliar USD.

Strategi investasi

Investor sosial menggunakan empat strategi dasar guna memaksimalkan imbal hasil dan upaya untuk memaksimalkan niat sosial mereka.

Melakukan penyaringan atas sekuriti dari investasi dengan memperhatikan kriteria sosial dan ataupun kriteria lingkungan hidup. Misalnya, banyak investor sosial menjauhi usaha yang berkaitan dengan tembakau sebagai sasaran investasinya ( ini hanya merupakan contoh bagaimana penyaraingan sosial dilakukan)

Divestasi adalah suatu tindakan untuk mengeluarkan saham-saham dari portofolio mereka semata-mata hanya berdasarkan alasan etika atau alasan non keuangan. Pada saat ini CalSTRS (California State Teachers' Retirement System) yaitu suatu dana pensiun dari guru-guru di California mengumumkan bahwa mereka menarik dana investasi mereka sebesar 237 juta USD pada perusahaan-perusahaan rokok.

Sindiran dan reaksi pasar

Sekurang-kurangnya terdapat satu reksadana yaitu Vice Fund (VICEX), yang dibuat khusus untuk menentang tren atas investasi sosial ini.[8] Dimana portofolio VICEX khusus berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan, alkohol, tembakau, dan perjudian, dimana reksadana ini menjadi sangat besar dibandingkan baik dengan S&P 500 maupun dengan reksadana sosial terkemuka lainnya.[9]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ "The Evolution of Socially Responsible Investing". Diakses tanggal Oct 30. 
  2. ^ "The Investment FAQ - Strategy - Socially Responsible Investing". Diakses tanggal Oct 30. 
  3. ^ "Students for Bhopal Student Power Crushes Dow". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-14. Diakses tanggal 2007-07-29. 
  4. ^ Perusahaan ini sahamnya diperdagangkan di NYSE dengan kode DOW juga di Tokyo Stock Exchange, sebuah perusahaan multinasional Amerika yang berkantor pusat di Midland, Michigan
  5. ^ en:Sharpeville massacre
  6. ^ (Inggris) Dasar-dasar Investasi bertanggung jawab sosial Diarsipkan 2006-12-10 di Wayback Machine.
  7. ^ Sesuai dengan data yang diumumkan oleh Celent pada tanggal 13 Maret 2007.
  8. ^ Sumber: situs resmi Forbes
  9. ^ Sumber: situs resmi National Public Radio

Pranala luar