Ikan pelangi sulawesi

Ikan pelangi Sulawesi
Klasifikasi ilmiah
Domain:
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Marosatherina

Spesies:
Marosatherina ladigesi

(C. G. E. Ahl, 1936)
Sinonim[2]
  • Telmatherina ladigesi C. G. E. Ahl, 1936

Ikan pelangi sulawesi (Marosatherina ladigesi) adalah spesies ikan pelangi dengan habitat hanya di sungai-sungai yang terletak di Sulawesi. Ciri khas ikan pelangi sulawesi ialah warna zaitun pada tubuhnya. Ikan pelangi sulawesi hanya dapat tumbuh sepanjang 8 cm.

Ikan pelangi sulawesi hidup dalam kawanan pada perairan sungai yang tenang. Kebiasaan reproduksi ikan pelangi sulawesi adalah poligami dengan subtrat berupa akar tumbuhan. Ikan pelangi sulawesi dimanfaatkan sebagai ikan hias.

Taksonomi

Nama taksa untuk ikan pelangi sulawesi ialah Marosatherina ladigesi. Ikan pelangi sulawesi merupakan ikan endemik di Sulawesi. Masyarakat lokal di Kabupaten Maros menyebutnya sebagai beseng-beseng. Pada awalnya, nama takson untuk ikan pelangi sulawesi adalah Telmatherina ladigesi. Namun kemudian diubah menjadi Marosatherina yang menandakan lokasi penemuannya yaitu di Kabupaten Maros.[3]

Ciri fisik

Tubuh ikan pelangi sulawesi berwarna zaitun agak transparan. Pada tiap bagian cuping sirip ekornya terdapat garis hitam memanjang. Ikan pelangi sulawesi jantan ditandai dengan warna hitam memanjang pada jari-jari bagian depan sirip dubur dan sirip punggung yang kedua berwarna. Warna hitam ini menjadi pemisah bagian sirip dari pejantan ikan pelangi sulawesi. Sementara sirip bagian dalam pada ikan pelangi sulawesi berwarna kuning. Sirip dada pada sebagian populasi ikan pelangi sulawesi berwarna hitam pada bagian tepinya. Ikan pelangi sulawesi  betina, warna zaitun pada tubuhnya tampak pudar. Ikan pelangi sulawesi dapat tumbuh maksimal sepanjang 8 cm.[4]

Habitat

Dalam famili Telmatherinidae, ikan pelangi sulawesi menjadi satu-satunya spesies yang habitat alaminya berada di sungai. Ikan pelangi sulawesi menyukai aliran sungai yang lambat sehingga lebih banyak ditemukan di bagian pinggir dan lubuk sungai.[5] Penyebatan ikan pelangi sulawesi para air yang jernih dengan suhu 20–25ºC.

Ikan pelangi sulawesi hanya dapat ditemukan pada sungai-sungai tertentu di beberapa perairan kabupaten dalam wilayah Sulawesi Selatan. Perairan kabupaten ini meliputi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Maros, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Gowa.[5] Sungai Pangkajene dan Sungai Bantimurung merupakan dua habitat utama dari ikan pelangi sulawesi.[6] Sungai-sungai yang menjadi habitat ikan pelangi sulawesi masuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Maros dan Daerah Aliran Sungai Walanae-Cenrana.[5]

Kawanan

Ikan pelangi sulawesi hidup secara berkelompok. Dalam kawanan ikan pelangi sulawesi, jumlah betina lebih banyak dibandingkan yang jantan. Ikan pelangi dikenal sebagai jenis ikan yang mampu hidup bersama dengan jenis ikan lain yang seukuran dengan tubuhnya.[7]

Reproduksi

Ikan pelangi sulawesi memiliki kebiasaan poligami. Satu pejantan ikan pelangi sulawesi umumnya memiliki dua betina sekaligus sebagai pasangannya untuk mengadakan reproduksi.[7]

Setelah melalui pemijahan, telur-telur ikan pelangi sulawesi akan ditempelkan pada akar tanaman yang menjadi substrat. Penetasan telur akan mulai terjadi 9 hari sejak pemijahan diadakan.[7]

Pemanfaatan

Ikan pelangi sulawesi dimanfaatkan sebagai ikan hias. Penyediaan pasokannya hampir seluruhnya diperoleh dari alam. Pada tahun 2006, Pusat Penelitian Limonologi LIPI telah berhasil melakukan domestikasi ikan pelangi sulawesi.[8]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Kottelat, M. (2018). "Marosatherina ladigesi". 2018: e.T21574A126023332. doi:10.2305/IUCN.UK.2018.RLTS.T21574A126023332.en. 
  2. ^ Froese, Rainer and Pauly, Daniel, eds. (2006). "Marosatherina ladigesi" di situs FishBase. Versi February 2006.
  3. ^ Nasyrah, Rahardjo, dan Simanjuntak 2020, hlm. 21.
  4. ^ Said dan Hidayat 2015, hlm. 128.
  5. ^ a b c Nasyrah, Rahardjo, dan Simanjuntak 2020, hlm. 22.
  6. ^ Said dan Hidayat 2015, hlm. 7.
  7. ^ a b c Said dan Hidayat 2015, hlm. 129.
  8. ^ Said dan Hidayat 2015, hlm. 128-129.

Daftar pustaka