Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Gerakan Rakyat Indonesia

Gerakan Rakyat Indonesia
Indonesian People's Movement
SingkatanGerindo
Dibentuk24 Mei 1937 (1937-05-24)
Dibubarkan20 Maret 1942 (1942-3-20)
Didahului olehPartindo
Ideologi
Posisi politikSayap kiri
Afiliasi nasionalGabungan Politik Indonesia (GAPI)

Gerakan Rakyat Indonesia, yang lebih dikenal sebagai Gerindo, adalah partai politik sayap kiri dan nasionalis di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) yang berdiri dari tahun 1937 hingga 1942. Partai ini memiliki tujuan yang sederhana dan sebagian besar bersikap kooperatif terhadap pemerintahan kolonial. Partai ini lebih bersifat anti-fasis daripada anti-kolonialis, dan berupaya mendukung pemerintah kolonial dalam menentang fasisme, khususnya fasisme Jepang.

Didirikan sebagai penerus Partindo, para pemimpin partai ini sebagian besar adalah nasionalis sayap kiri yang bercita-cita sosialis. Meskipun lebih radikal daripada rekan konservatifnya, Partai Indonesia Raya, Gerindo ditoleransi oleh pemerintah kolonial, dan menjadi satu-satunya organisasi legal untuk nasionalisme radikal. Pada tahun 1939, Gerindo bergabung dengan beberapa partai lain untuk membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI), sebuah organisasi payung dari berbagai kelompok nasionalis yang menyerukan penentuan nasib sendiri bagi bangsa Indonesia dan sebuah parlemen yang terpilih. Setelah invasi Jerman ke Belanda pada tahun 1940, kegiatan partai ini sangat dibatasi dan bersama GAPI, partai ini dibubarkan setelah invasi Kekaisaran Jepang ke Indonesia pada tahun 1942.

Sejarah

Pada masa pergerakan nasional pada tahun 1930 banyak organisasi pergerakan yang terbentuk. Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan pada tahun 1927, kemudian pada tahun 1931 terpecah menjadi Partindo yang dipimpin oleh Soekarno dan PNI Baru yang dipimpin oleh Mohammad Hatta.[1]

Baik Partindo maupun PNI-Baru dinilai pemerintah, membahayakan sehingga ditekanlah kedua partai itu melalui berbagai cara, seperti pembatasan kebebasan berbicara dalam rapat-rapat, dilaksanakannya hak luar biasa Gubernur Jenderal yaitu exorbitantrechten, dan adanya larangan untuk mengadakan rapat dan berkumpul yang berlaku di seluruh Indonesia. Dengan dilaksanakannya berbagai senjata itu, maka keadaan gerakan non-koperatif (Partindo dan PNI Baru), menjadi tidak berdaya. Akhirnya, Partindo pada bulan November 1936 dibubarkan oleh pengurusnya.

Dengan pembubaran Partindo, sedangkan PNI-Baru lumpuh, maka macetlah gerakan non-kooperatif. Kandasnya gerakan nonkoperatif menimbulkan pemikiran baru yaitu agar azas perjuangan non-koperasi diganti dengan azas kooperasi. Setelah Partindo dibubarkan tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Partai Indonesia Raya (Parindra) yang cenderung kooperatif dinilai kurang sesuai. Kemudian pada tahun 1937 sejumlah tokoh Partindo mendirikan organisasi baru bernama Gerindo.[2] Tokoh-tokohnya antara lain Sartono, Sanusi Pane, dan Muhammad Yamin.[3]

Organisasi ini merupakan kelanjutan dari partindo yang bersifat revolusioner, tetapi tetap sesuai dengan situasi politik dan berdasarkan pada asas kooperasi. Organisasi politik gerindo bercorak internasional dan sosialis, dan menentang faham fasisme. Gerindo dapat dinyatakan memiliki pendirian yang lebih tegas, sekalipun bersifat kerja sama. Organisasi ini juga berusaha untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang memberikan kemerdekaan politik, sosial, dan ekonomi bagi rakyat.

Aktivitas

Aktivitas Gerindo dipusatkan pada bidang politik, karena menurutnya kemenangan di bidang ini merupakan jalan utama untuk mencapai kemerdekaan di bidang lainnya. Namun demikian, bidang ekonomi tidak dilupakan karena menurut Gerindo bahwa susunan ekonomi yang baik akan berpengaruh terhadap bidang politik dan sosial. Kegiatan di bidang politik di antaranya ialah sikapnya terhadap Petisi Sutarjo yang mendukung sebagian isinya; masuk dan aktifnya Gerindo dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang dibentuk tahun 1939; keinginannya untuk membentuk suatu Front Demokrasi guna menghadapi kemungkinan menjalarnya perang ke Indonesia.

Kegiatan di bidang ekonomi yaitu didirikannya perkumpulan yang bernama Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat Indonesia. Di bidang sosial Gerindo membantu sekolah-sekolah nasional dan melakukan pemberantasan buta huruf. Di bidang kepemudaan Gerindo mendirikan perkumpulan pemuda bernama Barisan Pemuda Gerindo.

Kongres

Amir Sjarifoeddin, wakil ketua Gerindo

Dalam mencapai tujuannya partai Gerindo mengadakan beberapa kongres diantaranya kongres Gerindo yang pertama diadakan di Jakarta pada tanggal 20 sampai 24 Juli 1938. Kongres ini dilaksanakan sebagai bentuk dari kerja nyata dari suatu organisasi pergerakan yang peduli terhadap perubahan sosial masyarakat pribumi. Dalam hal ini Amir Sjarifoeddin juga menyumbangkan pemikirannya dengan kata-kata untuk selogan spanduk yaitu "Oposisi Loyal" dan sejak saat itu tujuan partai bukan lagi partai itu sendiri tetapi Demokrasi dan di perbolehkan anggotanya untuk berpartisipasi dalam institusi kolonial. Kongres yang diadakan di Jakarta tersebut menghasilkan pembentukan PERI (Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia) yaitu perkumpulan ekonomi berdasarkan Demokratis Nasionalisme. Program kerjanya diantaranya yaitu memperbaiki harga-harga hasil bumi dan menurunkan harga-harga barang keperluan rakyat dan perluasan kesempatan kerja.

Kongres Gerindo kedua diadakan di Palembang pada tanggal 1 dan 2 Agustus 1939. Pada kongres kedua yang diadakan oleh Gerindo yang menjadi tuan rumahnya adalah Gerindo cabang Palembang dan disambut dengan antusias oleh Gerindo cabang Palembang. Dalam kongres yang diadakan di Palembang ini diambil keputusan berupa penerimaan peranakan baik itu keturunan Eropa, Tionghoa, maupun peranakan Arab, untuk menjadi anggota partai Gerindo. Selain penerimaan peranakan dalam kongres ini juga di ambil keputusan mengenai batas upah yang rendah dan tunjangan bagi para pengangguran, keputusan ini di ambil dalam rangka menyetujui masuknya partai Gerakan Rakyat Indonesia ke dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia).

Kongres ketiga Gerindo dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 12 Oktober 1941. Dalam kongres ketiga yang diadakan oleh Gerindo ini diputuskan bahwa Gerindo hendak mendirikan sebuah partai yaitu Partai Buruh Politik Indonesia yang baru. Akan tetapi rencana tersebut tidak terealisasikan karena sudah ada partai Gerindo, hal tersebut di lakukan karena menurut mereka Gerindo bukan hanya sekadar partai polik saja tetapi Gerindo berusaha untuk mencapai suatu bentuk masyarakat yang memiliki bukan hanya demokrasi politik saja tetapi juga demokrasi di bidang ekonomi dan sosialnya. Dari kongres yang ketiga ini juga diambil keputusan untuk membebaskan pemimpin Indonesia yang sudah diasingkan.

Organisasi

Adnan Kapau Gani, ketua Gerindo

Partai Gerindo merupakan partai yang terbuka untuk masyarakat umum. Gerindo bahkan menerima anggota dari berbagai masyarakat, antara lain peranakan Arab, peranakan Tionghoa, dan peranakan Eropa. Tujuan Gerindo antara lain mencapai Indonesia Merdeka, memperkokoh ekonomi Indonesia, mengangkat kesejahteraan kaum buruh, dan memberi bantuan bagi kaum pengangguran.

Pemilihan dan penyusunan dari pengurus besar Gerindo melalui suatu referendum. Terdapat beberapa tokoh yang berkecimpung di Gerindo itu sendiri ialah Amir Sjarifuddin dan Muhammad Yamin yang sebagai pendiri namun pada Kongres Gerindo pertama di Jakarta, 20-24 Juli 1938, A.K. Gani terpilih sebagai Ketua[4] dan Amir Sjarifuddin sebagai Wakil Ketua,[5] ketua mudanya adalah Mr. Sartono, dan sekretaris Gerindo, yaitu Wilopo. Gerindo mengusahakan suatu bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi sosial, politik, dan ekonomi, serta memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Beberapa rapat untuk mendirikan cabang Gerindo dibubarkan oleh pemerintah karena berbagai macam alasan. Sebagian besar bekas anggota Partindo masuk dalam partai ini. Cabang-cabangnya tersebar hampir merata di seluruh Indonesia.

Muhammad Yamin, pendiri Gerindo

Dalam perkembangannya, Gerindo mengalami perpecahan, sehingga Muhammad Yamin dikeluarkan dari organisasi. Konflik yang terjadi dalam tubuh Partai Gerindo dimulai ketika Muhammad Yamin mencalonkan diri sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda) untuk mewakili golongan Minangkabau yang tidak mau bekerja sama dengan Gerindo. Pencalonan tersebut menimbilkan keonaran dalam partai Gerindo sehingga membuat pengurus besar mengadakan pemecatan sementara terhadap Muhammad Yamin. Muhammad Yamin tidak menyadari bahwa dia telah masuk ke dalam jebakan pemerintah Hindia Belanda, yaitu di jadikan sebagai alat untuk memecah belah barisan kulit berwarna. Permohonan Muhammad Yamin memang di kabulkan sebagai anggota Volksraad tetapi dengan masuknya beliau sebagai anggota Volksraad membuat dirinya di pecat dari keanggotaan Gerindo secara tidak hormat dan dianggap sebagai suatu bentuk penghianatan terhadap partai Gerindo.[6] Muhammad Yamin kemudian membentuk partai baru yang disebut dengan Partai Persatuan Indonesia (Parpindo).

Setelah Jepang menduduki Indonesia, perjuangannya terhenti karena Gerindo dan partai-partai politik lainnya dibubarkan oleh Jepang.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Mufid, Fauzani (23 Juli 2012). "Menyelundup untuk Kemakmuran Republik". Prioritas. Diarsipkan dari asli tanggal 2012-07-29. Diakses tanggal 29 Juli 2012. ;
  2. ^ Soedjatmoko (2010). Rosihan Anwar (ed.). Mengenang Sjahrir: seorang tokoh pejuang kemerdekaan yang terisisihkan dan terlupakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 3. ISBN 9789792250091.
  3. ^ "The History of Indonesia 1910 - 1940: New Nationalism". Diarsipkan dari asli tanggal 2022-03-09. Diakses tanggal 2017-08-17.
  4. ^ "Adnan Kapau Gani". Encyclopedia of Jakarta. Jakarta City Government. Diarsipkan dari asli tanggal 2012-07-29. Diakses tanggal 29 Juli 2012.
  5. ^ B.R.O'G. Anderson, Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-46 (Ithaca, NY: Cornell University Press, 1972), pp. 413-14; Bob Hering, Soekarno: Founding Father of Indonesia 1901-1945 (Lieden: KITLV Press, 2002), pp. 13, 223; Jacque Leclerc, 'Afterwood: the masked hero', in Anton Lucas (ed.), Local Opposition and Underground Resistance to the Japanese in Java, 1942-1945 (Clayton, Vic.: Monash University Papers on Southeast Asia No.13, 1986), pp. 342-4. (semua dikutip dalam Vickers (2005), hlm. 86)
  6. ^ Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 379.

Bacaan lebih lanjut

Kembali kehalaman sebelumnya