Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia

Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia
Tanggal pendirian4 November 1945
TipeOrganisasi Kemasyarakatan Pemuda
Kantor pusatJL. Salemba Raya 10 Flat. 21 Jakarta 10430, Tlp.: (021) 32726884
Pendiri
Persatuan Pemuda Kristen Indonesia, Majelis Pemuda Kristen Oikumenis & Komisi Pemuda Dewan Gereja Indonesia
Situs webhttp://www.gamki.or.id

Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia atau biasa disingkat GAMKI adalah organisasi pengkaderan yang mempersiapkan anggotanya dalam berbagai bidang pelayanan (pendidikan, sosial, budaya, politik, kemasyarakatan, dll) di Indonesia.[1]

Lahirnya Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia melalui perjalanan sejarah yang amat panjang dan mengikuti perjalanan sejarah bangsa. Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan mujizat dan anugerah bagi Rakyat Indonesia. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945 masih sangat berat. Tekad Belanda untuk kembali menduduki wilayah Indonesia mendapat tantangan yang keras dari seluruh lapisan masyarakat. Dalam masa revolusi itu pemuda-pemudi terpanggil untuk terjun dalam kancah peperangan. Demikian pula dengan pemuda-pemudi Kristen di Indonesia. Kesadaran bahwa angkatan muda kristen dan seluruh umat Kristen adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia menggugah angkatan muda Kristen untuk mengorganisir diri menunjukkan keberadaannya

Latar Belakang Sejarah

Menurut seorang pendeta Gereja Kristen Jawa yaitu Pdt. S. Brotosuwignyo, menjelang diadakannya Kongres Pemuda tanggal 9-11 November 1945 di Yogyakarta, sekelompok pemuda Kristen membentuk organisasi pemuda Kristen untuk mengambil bagian dalam kongres.

Pembentukan organisasi itu tidaklah mudah, para pemimpin pemuda Kristen itu di Yogyakarta mengadakan pertemuan dengan mengundang para pendeta dan pimpinan umat Kristen. Tetapi banyak tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena belum adanya kesadaran akan kedudukan umat Kristen di Indonesia serta adanya pengertian yang sengaja dihembus-hembuskan bahwa politik itu dosa, kotor dan sebagainya. Di pihak lain, kecurigaan masyarakat terhadap umat Kristen dan tuduhan sebagai antek-antek Belanda.kan anggotanya dalam berbagai bidang pelayanan (pendidikan, sosial, politik, kemasyarakatan, dll) di Indonesia.[1]

Pembentukan PKPI Thn. 1945

Tantangan ini mendorong pemimpin-pemimpin angkatan muda Kristen mengadakan pertemuan 4 November 1945 di Yogyakarta membentuk organisasi yang diberi nama Pemoeda Kristen Protestan Indonesia (PKPI). Pimpinannya adalah Sarwoko (Ketua Umum Pengurus Besar), wartawan dan warga Gereja Kristen Jawa Jakarta, Sutjipto Wirowidjojo, Sarasto, Pdt. Samta Brotosuwignyo, dll.

Tidak lama setelah terbentuknya PKPI, tokoh-tokoh Kristen membentuk partai politik. Partai politik yang beraspirasi Kristen itu dibentuk di jalan Kramat Raya 65 Jakarta dengan nama Partai Kristen Nasional. Beberapa nama yang berkumpul pada waktu itu antara lain :

Dalam percakapan yang dipimin oleh Pdt. Probowinoto (Gereja Kristen Jawa) tanggal 11 November 1945 disetujui berdirinya Partai Kristen Nasional yang bertujuan dan berusaha dalam bidang politik, ekonomi, sosial menurut asas-asas Firman Tuhan yang termaktub dalam Alkitab.

PKPI Berganti Nama Menjadi PPKI

Beberapa bulan kemudian, pada kongresnya yang pertama pada 29-31 Januari 1946, PKPI berganti nama menjadi Persatuan Pemuda Kristen Indonesia (PPKI). Dalam kongres itu juga dipilih Ketua Umum Pengurus Besar yaitu Pdt. Samta Brotosuwignyo dan Sekretaris Umum Pengurus Besar yaitu F. Tambunan. Pada tahun 1947 PPKI ikut membentuk Front Nasional Indonesia bersama Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Pemuda Demokrat, Pemuda Katolik dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dengan tujuan membendung dominasi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).[1]

Pembentukan MPKO Thn. 1948

Gerakan Oikumene di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari simbol-simbol yang jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia telah tampak. Walaupun gerakan oikumene baru mendapatkan bentuknya yang semakin jelas sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Simbol-simbol yang diwujudkan dalam berbagai peristiwa oikumenis yang melibatkan angkatan muda Kristen baik secara regional, nasional maupun internasional jelas merupakan babak awal yang mempunyai kaitan dengan setiap gerakan. Kelambatan pembentukan Dewan Gereja Indonesia itu ditanggapi pemuda-pemuda Kristen dengan satu gerak yang lebih cepat dalam melembagakan gerakan oikumenis di Indonesia. Suatu pertemuan oikumenis pemuda Kristen se Indonesia yang diadakan tangal 18-28 Desember 1948 telah melahirkan satu lembaga pemuda Kristen yang benar-benar bersifat oikumenis, dengan nama Majelis Pemuda Kristen Oikumenis (MPKO), yang dipelopori oleh Pdt. W.J.S. Rumambi.

Dengan lahirnya MPKO sebagai perwujudan gerakan oikumene di Indonesia, maka kepeloporan angkatan muda Kristen menjadi lengkap. PPKI bergerak dalam kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan gereja, sedangkan MPKO berada dalam lingkup oikumenis.

Walaupun dalam perjalanannya PPKI dan MPKO selalu mengusahakan pendekatan kepada masing-masing pihak, namun baru pada bulan November 1955 kedua pimpinan organisasi tersebut mengadakan pertemuan, yaitu atas inisiatif dr. Johannes Leimena. Dalam pertemuan itulah kedua pimpinan organisasi mengeluarkan pernyataan bersama dalam rangka menggalang persatuan dan kesatuan pemuda.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, pimpinan MPKO diwakili Pdt. Lee Sian Hui dan PPKI diwakili Alexander Wenas pada tanggal 13 Juli 1956 mengikuti Sidang Lengkap III DGI di Jakarta. Setelah melalui perjalanan yang panjang pergumulan antara DGI, PPKI dan MPKO maka pada 24 Maret 1961 diadakan konsultasi organisasi-organisasi Pemuda Kristen di DGI dengan menghasilkan suatu kesepakatn dan penegasan terhadap kesatuan "keesaan segenap Pemuda Kristen Indonesia dalam wujud satu organisasi". Penandatangan pernyataan tersebut antara lain Mr. J.C.T. Simorangkir (PPKI), Soebagyo Pr (PPKI), Sarwoko (PPKI), Gouw Kiem An (MPKO), J Pangemanan (MPKO), Soetarno, STh. (GMKI), J.E. Tulung mewakili Komisi Pemuda DGI dan lain-lain.[1]

Peleburan PKPI dan MPKO ke dalam GAMKI

Sejak ditandatanganinya pernyataan bersama itu usaha untuk mewujudkan kesatuan organisasi Pemuda Kristen pun semakin nyata. Pada bulan April 1962, MPKO menyelenggarakan Kongresnya yang ke VI di Jakarta mengambil keputusan-keputusan penting antara lain pembubaran MPKO. Dan sehari setelah Kongres VI MPKO itu diadakan Musyawarah Pemuda Kristen Seluruh Indonesia yang disponsori oleh Komisi Pemuda DGI. Musyawarah itu berlangsung dari tanggal 18-23 April 1962 di Kebayoran Baru, Jakarta. Dalam musyawarah tersebut nama Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia yang telah dicetuskan dalam konsultasi pimpinan organisasi Pemuda Kristen Indonesia tanggal 24 Maret 1961 disahkan sebagai nama organisasi kesatuan Pemuda Kristen. Di dalam Anggaran Dasarnya termaktub kalimat bahwa GAMKI sebagai kelanjutan Persatuan Pemuda Kristen Indonesia (PPKI) yang didirikan pada tanggal 4 November 1945 di Yogyakarta di tengah-tengah bergolaknya Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Sebagai pimpinan organisasi, musyawarah tersebut memilih Dewan Pimpinan Pusat GAMKI dengan Ketua Umum Mr. JCT Simorangkir dan Sekretaris Jenderal Soebagyo Pr. dan anggota-anggotanya antara lain Sarwoko, Soetarno, Sumardi MA, Alexander Wenas dan sekretariat di jalan Salemba Raya 10 Jakarta.

Sebagai realisasi dari keputusan tersebut maka PPKI mengadakan kongresnya ke VIII di Surabaya tahun 1962 dengan memutuskan untuk mengintegrasikan diri di dalam GAMKI.

Terbentuknya GAMKI sebagai organisasi kesatuan pemuda Kristen Indonesia semakin membulatkan tekad untuk mewujudkan gerak ganda pemuda Kristen Indonesia secara bersama-sama. Pemuda Kristen serta gereja-gereja telah mengakui bahwa GAMKI merupakan satu-satunya organisasi pemuda Kristen yang membawakan suara pemuda Kristen di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan dasar kesepakatan dan keputusan tersebut menjadi jelas komisi pemuda gereja bergerak secara khusus dalam lingkungan gerejani dan secara kelembagaan menjadi sumber insani (sumber kader) bagi GAMKI.

Perjalanan bersama antara GAMKI dan GMKI itu mendorong keduanya saling mengisi dan di dalam pertumbuhan organisasi massa Kristen yang lain, kedua organisasi itu memberikan kader-kadernya sebagai pimpinan, seperti tampak dalam pembentukan Gerakan Siswa Kristen Indonesia pada tahun 1964.[1]

Kongres I GAMKI Thn. 1965

Dalam Kongres tahun 1965 terpilih sebagai Ketua Umum adalah Soebagyo Pr. dan Sekretaris Jenderalnya Pontas Nasution. Selesai kongres I itu GAMKI dihadapkan dengan kenyataan terjadinya peristiwa G-30-S/PKI di akhir bulan September. Oleh karena itu secara bahu membahu GAMKI, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) terus mengikuti perkembangan masyarakat secara saksama. GAMKI membentuk Brigade Serba Guna (Brigsena) sebagai satu kesatuan, di Yogyakarta membentuk Komando Siaga Kristen (KSK) sebagai satuan bela diri. KSK yang didirikan tahun 1966 itu berkembang sebagai satu perguruan yang memiliki ciri-ciri khas dengan nama aliran Merpati Putih. Pada masa itu GAMKI kehilangan 5 anggotanya di Solo.[1]

Kongres II GAMKI Thn. 1969

Kongres II GAMKI baru berlangsung pada tanggal 27-30 November 1969 di Sukabumi, dan terpilih sebagai Ketua Umum adalah Pontas Nasution dan Sekretaris Umum adalah FW Raintung dan dilengkapi dengan lima orang ketua masing-masing Sutjipto, Pdt. Eka Darmaputera, Subagyo Pr, Nn. Henny Mussu dan Amir L Sirait. Karena adanya peraturan Menteri Dalam Negeri No.12 yang dikenal dengan Permen 12, yang menuntut kesetiaan pegawai negeri untuk menganut loyalitas tunggal, maka banyak fungsionaris DPP GAMKI menjadi tidak aktif. Selain hal itu kepengurusan ini tidak dapat berjalan dengan baik karena Pontas Nasution, Pdt. Eka Darmaputera studi ke luar negeri.

Kondisi organisasi yang kurang hidup tersebut, akhirnya diadakan reshuffle personalia dan dikukuhkan Amir L Sirait sebagai Ketua Umum dan Pdt. F.W Raintung sebagai Sekretaris Umum sampai pada Kongres III.[1]

Kongres III GAMKI Thn. 19...

Kongres DPP GAMKI III diadakan di Samirono Yogyakarta, sepertinya ada tradisi setelah menjadi Sekretaris Umum langsung menggantikan sebagai Ketua Umum. Pada periode itu Pdt. F.W. Raintung menjabat sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum dijabat oleh Suryohadi.[1]

Kongres IV GAMKI Thn. 1984

Pada tanggal 22-29 April 1984 diadakan Kongres IV di Cibubur dan berhasil mengadakan penyegaran dan regenerasi secara total dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat. Batas usia 40 tahun bagi pimpinan organisasi dapat diberlakukan dengan terpilihnya dr. Sukowaluyo Mintorahardjo sebagai Ketua Umum dan Patmono, Sk.STh. sebagai Sekretaris Umum (keduanya adalah anggota Gereja Kristen Jawa). Pada periode tersebut masalah yang dihadapi antara lain tentang proses pembahasan undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan yaitu rencana ditetapkannya Pancasila sebagai satu-satunya asas. Pokok permasalahan ini disoroti secara kritis oleh GAMKI, dan memberi pandangan bahwa Pancasila adalah sebagai dasar dan ideologi negara.

Kongres V GAMKI Thn. 1987

Kongres GAMKI ke V terpilih Alex Paath sebagai Ketua Umum, perjalanan yang sangat memprihatinkan, dan mengakibatkan DPD dan DPC seluruh Indonesia menyatakan sikap untuk tidak mengakui Ketua Umum. Melalui peran para senior GAMKI, maka menunjuk Alexander Litaay sebagai Pj. Ketua Umum dan Bernard Nainggolan, SH. sebagai Pj. Sekretaris Umum untuk mempersiapkan kongres GAMKI VI.

Kongres VI GAMKI Thn. 1993

Pada Kongres GAMKI VI di Wisma Kinasih-Caringin tanggal 26-29 September 1993, terpilih kepengurusan DPP GAMKI yang baru dengan Pdt. Dicky Mozes Mailoa sebagai Ketua Umum dan Drs. Ohiao Halawa sebagai Sekretaris Umum. Kepengurusan ini memulai tugasnya dengan memikul beban masa lampau, terutama masalah terpecahnya kepengurusan GAMKI pada aras Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GAMKI di seluruh Indonesia menurut garis kepengurusan yang setia pada kepemimpinan Alex Paath atau Alex Litaay. Hampir dua-pertiga periode kepengurusan (1993-1995) habis untuk menangani masalah tersebut.

Kongres VII GAMKI Thn. 2003

Bahkan setelah 10 tahun kepengurusan Mailoa-Halawa, dalam Kongres GAMKI VII di Jakarta, masalah ini tetap muncul dalam wujud hadirnya delegasi ganda yang mewakili DPD dan DPC GAMKI. Parahnya konsolidasi antara lain disebabkan oleh kuatnya pengaruh berbagai kepentingan politik praktis dalam tubuh GAMKI, terutama di berbagai daerah yang secara tradisional dianggap sebagai wilayah kekuatan GAMKI.

Selanjutnya, pilihan fokus kegiatan GAMKI yaitu antara meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan GAMKI ke masa depan atau sekadar menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi agar terlihat aktif (aktivisme)menimbulkan perbedaan sikap antara Ketua Umum dan Sekretaris Umum yang menjalar ke jajaran kepengurusan DPP GAMKI. Ketidakharmonisan antara Ketua Umum dan Sekretaris Umum itu menyebabkan roda organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, GAMKI tidak pernah bebas dari rongrongan lemahnya dukungan finansial bagi beroperasinya organisasi. Seharusnya tahun 1997 sudah diadakan kongres ke VII, tapi tertunda berturut-turut ke tahun 1998, 1999, dan seterusnya sampai tahun 2003. Penundaan itu terjadi karena beberapa hal, yaitu, adanya hambatan internal dan kondisi eksternal. Hambatan internal antara lain adalah tajamnya perbedaan sikap pada aras DPP GAMKI dalam hal menangani perpecahan yang diwariskan dari Kongres V-Kongres VI GAMKI dan perbedaan dalam menetapkan fokus organisasi. Sedangkan kondisi eksternal yang kurang kondusif saat itu adalah retaknya organisasi kepemudaan di mana-mana, krisis hubungan antar umat beragama, krisis politik sehubungan dengan tuntutan mundur bagi Presiden Soeharto dan terjerumusnya Indonesia ke dalam krisis ekonomi.

Harus dicatat bahwa dalam periode kepemimpinan Mailos-Halawa, GAMKI tetap berupaya menjawab berbagai tantangan internal dan eksternalnya. Krisis hubungan antar umat beragama yang muncul dalam bentuk pembakaran rumah-rumah ibadah Protestan/Katolik di berbagai tempat (yang terparah adalah di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat) dijawab GAMKI dengan membangun dan terus memperkuat kerja sama lintas agama dengan sejumlah organisasi kepemudaan Islam, Hindu, Buddha dan organisasi kepemudaan bercorak nasionalis untuk menolong masyarakat yang dilanda krisis dimaksud. Kerja sama ini selanjutnya diteruskan sebagai kelompok kepemudaan yang berjuang mengakhiri kepemimpinan rejim Soeharto dengan menuntut Soeharto mundur. GAMKI turut terlibat dalam demo-demo mahasiswa/pemuda, khususnya di jalan-jalan kota Jakarta hingga ke DPR RI, Senayan, Jakarta. Tidak banyak orang yang tahu bahwa suatu ketika di kompleks DPR RI Senayan, sementara delegasi GAMKI dan pimpinan sejumlah organisasi mahasiswa/pemuda menghadap pimpinan DPR RI menyampaikan sikapnya sehubungan dengan tampilnya B.J. Habibie menggantikan Soeharto yang mundur tiba-tiba, kelompok demonstran GAMKI di lapangan yang dipimpin Johan Rahantoknam dkk berhadapan dengan kelompok berbaju putih pendukung Habibie yang secara demonstratif menurunkan bendera GAMKI dari salah satu tiang bendera di kompleks DPR RI. Hanya karena prinsip anti kekerasan yang menjadi ideologi demonstrasi dari kelompok demonstran GAMKI, bentrokan dapat dihindari.

Pada masa-masa krisis itulah, GAMKI bersama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Pemuda NU (IPNU), Ikatan Putera Puteri NU (IPPNU), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan organisasi mahasiswa/pemuda Hindu dan Budha, membangun Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI), yang bertujuan menampilkan sebuah front kerja sama antar organisasi pemuda/mahasiswa yang berorientasi kebangsaan meskipun berkarakter agamais, di saat Kelompok Cipayung (terdiri dari GMKI, GMNI, PMKRI, HMI dan PMII)melemah, di saat kelompok agama mengalami politisasi dan di kala Indonesia sementara terseret ke dalam konflik politik bernuansa agama.

Kongres Ke-7 Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia kemudian dilangsungkan di Graha Wisata Pemuda, Kuningan Jakarta pada tanggal 10 April s/d 13 April 2003, yang diprakarsai oleh DPP GAMKI, sejumlah DPD GAMKI beserta para Senior. Pertemuan-pertemuan menjelang dilaksanakannya Kongres akhirnya memutuskan dr. Sukowaluyo Mintorahardjo, menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Kongres VII GAMKI di Jakarta.

Hasil Kongres Ke VII tersebut berakhir dengan terpilihnya Sahat Sinaga, SH. sebagai Ketua Umum dan Nikson Gans Lalu, SH. sebagai Sekretaris Umum.

Kongres VIII GAMKI Tahun 2007

Seusai melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-3 di Jakarta pada bulan Juni tahun 2007, maka sesuai dengan masa periodesasi yang ditetapkan dalam Kongres ke-7, maka tepat pada tahun ke-4 masa kepengurusan Sahat-Nixon sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum dilaksanakanlah Kongres ke-VIII Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) pada tanggal 1-4 November 2007 di Medan - Sumatera Utara.

Dalam Kongres ke-VIII GAMKI tersebut, telah terpilih Sdr. Dating Palembangan, SE.Ak, MM sebagai Ketua Umum dan Sdr. Ir. Albert Siagian sebagai Sekretaris Umum. Kongres tersebut dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri dari DPP, Senior, DPD maupun DPC seluruh tanah air beserta undangan lainnya.

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h "Situs resmi GAMKI". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-29. Diakses tanggal 2009-04-05. 

Pranala luar