Gambaran Zaman Barok


Barok berasal dari bahasa Portugis, barucco atau barocco yang berarti lonjong atau tidak datar.[1] Istilah ini untuk pertama kali digunakan oleh Denis Diderot sebagai nama kesenian pada tahun 1750.[1]

Zaman Barok berada sesudah zaman pencerahan. Pengaruh pikiran manusia pada zaman pencerahan terus terbawa sampai dengan zaman barok. Selain pikiran, orang-orang pada zaman barok juga memperhatikan perasaan dan imajinasi (dalam bahasa Yunani phantasia). Orang-orang pada zaman ini berusaha menambahkan kesan mewah dalam memperluas batas realita hidup dengan khayalan-khayalan yang fantastis misalkan cita-cita. Sesuatu yang berlebihan atau ketidakwajaran pada zaman barok terlihat dalam cara orang memakai rambut palsu, etiket sopan santun yang kaku, serta dunia yang dipandang sebagai dunia sandiwara dengan adanya pameran, sutradara dan musik. Di dalam gereja sikap yang berlebihan terlihat dari altar gereja yang dihias sedemikan rupa rumitnya sehingga menyerupai surga yang terbuka, melebihi fungsi fungsionalnya sebagai meja atau mezbah sederhana. Dengan demikian seni barok untuk membuat ibadat lebih atratktif, berkesan dan surgawi.

Situsi politik yang dominan terjadi pada zaman barok adalah feodal atau absolut. Kondisi politik seperti ini terlihat dari pembagian strata sosial di dalamnya yaitu raja, bangsawan, rohaniwan (intelektual), penduduk kota (pedagang), dan petani. Kondisi politik yang demikian membuat musik dipentaskan terutama di istana, di gereja katedral, gereja katedral, kota, sekolah, di dalam kamar dan dalam gedung opera. Musik barok pada abad 18 mendapatkan citra yang negatif karena berlebihan, kurang bermutu, dan menurun. Penilaian negatif itu disebabkan kurang jelasnya harmoni dalam musik Barok, melodinya yang sulit atau kaku dan terdapat banyak disonansi. Sering kali eksperimen yang dilakukan berlebihan sehingga melampui batas. Dampak negatifnya adalah musik dunia yang berlebihan ini dibawa masuk ke dalam gereja.

Referensi

  1. ^ a b (Indonesia) Karl-Edmund Prier sj. Sejarah Musik: Jilid 2, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, hal. 7

zaman Barok dan dua belas sumber