Dipol Samudra Hindia atau yang lebih sering disebut sebagai Indian Ocean Dipole (disingkat IOD) dan Indian Niño ini merupakan suatu fenomena osilasi suhu air permukaan laut yang tak teratur yang menyebabkan wilayah barat Samudra Hindia lebih hangat (di fase positifnya) dan lebih dingin (di fase negatifnya) dibandingkan wilayah timur Samudra Hindia.[1]
Fenomena
Fenomena Dipol Samudra Hindia ini merupakan fenomena osilasi suhu air permukaan laut yang baru saja diidentifikasi pada tahun 1999 oleh para ahli klimatologi.[2][3] Fenomena Dipol Samudra Hindia meliputi osilasi suhu permukaan laut yang aperiodik atau tidak tentu periode kemunculannya. Fenomena ini mempunyai tiga fase, yaitu positif, netral, dan negatif. Fenomena IOD positif terjadi ketika suhu air permukaan laut di barat Samudra Hindia meningkat dan terdapat curah hujan yang meningkat secara signifikan di sekitar wilayah barat Samudra Hindia seperti pantai timur Afrika dan selatan Semenanjung Arab. Akan tetapi, pada fase positif ini suhu air di permukaan laut Samudra Hindia bagian timur menurun dan curah hujan di sekitar wilayah timur Samudra Hindia menurun seperti Indonesia dan Australia. Sementara, fase negatif fenomena ini terjadi ketika suhu air permukaan laut di timur Samudra Hindia meningkat dan terdapat curah hujan yang meningkat secara signifikan di sekitar wilayah timur Samudra Hindia seperti Indonesia dan Australia. Namun, pada fase negatif ini suhu air di permukaan laut Samudra Hindia bagian barat menurun, sehingga curah hujan di sekitar wilayah barat Samudra Hindia menurun seperti pantai timur Afrika dan Semenanjung Arab.[1]
Fenomena Dipol Samudra Hindia ini juga mempengaruhi kekuatan angin muson yang berhembus ke daratan anak benua India. Fenomena IOD positif yang siginifikan terjadi pada tahun 1997-1998 dan tahun 2006. Fenomena ini merupakan bentuk fenomena yang sama dengan El Niño–Osilasi Selatan di Samudra Pasifik.
Dampak di Asia Tenggara dan Australia
Fase positif dari fenomena IOD ini berdampak pada kekeringan berkepanjangan di wilayah Asia Tenggara dan Australia. Hal tersebut diakibatkan oleh rendahnya curah hujan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat evaporasi di wilayah perairan Samudra Hindia bagian timur yang suhu air permukaan lautnya menurun.[4],[5] Berdasarkan beberapa penelitian klimatologi, fase ekstrem IOD positif diperkirakan akan terjadi di masa yang akan datang.[6] Di Indonesia sendiri, fase positif IOD sendiri berdampak pada musim kemarau yang lebih kering dan lebih panjang serta terlambatnya awal kedatangan musim penghujan seperti yang terjadi pada tahun 1997, 2005, dan 2019.
Penelitian di Universitas New South Wales menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara fase positif IOD dan kekeringan parah di wilayah Australia, terutama wilayah selatan. Hal tersebut dibuktikan dengan selalu bertepatannya kekeringan parah di Australia dengan berlangsungnya fenomena IOD positif di Samudra Hindia.[7]
Sementara itu, fase negatif fenomena IOD ini berdampak pada curah hujan yang tinggi di sekitar wilayah timur Samudra Hindia seperti Indonesia dan Australia. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya suhu air di permukaan laut di wilayah perairan selatan Indonesia dan perairan barat laut Australia, sehingga menyebabkan evaporasi yang tinggi di wilayah perairan tersebut dan berakibat tingginya tingkat curah hujan di wilayah Indonesia dan Australia.[8] Selain itu, fase negatif IOD ini berdampak pada periode musim hujan yang berkepanjangan serta curah hujan yang lebih tinggi dari normalnya pada saat musim kemarau, sehingga mengakibatkan terjadinya kemarau basah, terutama bila IOD ini didahului atau diikuti oleh fenomena La Niña seperti yang terjadi pada tahun 2010, 2021, dan 2022 ini.[9]
Dampak di Pantai Timur Afrika
Fase positif IOD sangat erat kaitannya dengan peningkatan secara signifikan curah hujan di wilayah pantai timur Afrika pada periode basahnya, yakni Oktober-Desember.[10] Curah hujan yang lebih tinggi pada periode basah pantai timur Afrika hampir selalu bertepatan dengan fase positif fenomena IOD ini. Hal tersebut disebabkan oleh menghangatnya suhu air permukaan laut di wilayah barat Samudra Hindia, sehingga memicu tingginya evaporasi yang kemudian menyebabkan tingginya curah hujan di wilayah pantai timur Afrika seperti Tanzania, Etiopia, Somalia, Kenya, Uganda, dsb.[11]
Fase positif IOD ini pun sangat erat kaitannya dengan bencana hidrometeorologi di wilayah pantai timur afrika seperti banjir bandang, tanah longsor, dll. Saat fase IOD positif yang ekstrem berlangsung di akhir tahun 2019, rata-rata curah hujan di wilayah pantai timur Afrika meningkat hampir 300%.[12][13][14][15][16][17] Sebagai akibat dari perubahan iklim, diperkirakan bahwa fase positif IOD akan lebih sering terjadi di waktu yang akan datang, sehingga menyebabkan peningkatan curah hujan yang luar biasa di wilayah pantai timur Afrika.[18][19][20][21]
Sementara itu, fase negatif fenomena IOD ini berdampak pada kekeringan berkepanjangan di wilayah pantai timur Afrika. Hal tersebut diakibatkan oleh rendahnya curah hujan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat evaporasi di wilayah perairan Samudra Hindia bagian barat yang suhu air permukaan lautnya menurun.[22]
^Webster, P.J.; Moore, A.M:Loschnigg, J.P., Leben, R.P. (1999). "Coupled ocean–atmosphere dynamics in the Indian Ocean during 1997–98". Letters to Nature. 401 (6751): 356–360. Bibcode:1999Natur.401..356W. doi:10.1038/43848. PMID16862107.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Cai, Wenju; Santoso, Agus; Wang, Guojian; Weller, Evan; Wu, Lixin; Ashok, Karumuri; Masumoto, Yukio; Yamagata, Toshio (2014). "Increased frequency of extreme Indian Ocean Dipole events due to greenhouse warming". Nature. 510 (7504): 254–8. Bibcode:2014Natur.510..254C. doi:10.1038/nature13327. PMID24919920.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Chu, Jung-Eun; Ha, Kyung-Ja; Lee, June-Yi; Wang, Bin; Kim, Byeong-Hee; Chung, Chul Eddy (2014-07-01). "Future change of the Indian Ocean basin-wide and dipole modes in the CMIP5". Climate Dynamics (dalam bahasa Inggris). 43 (1): 535–551. doi:10.1007/s00382-013-2002-7. ISSN1432-0894.
^Zheng, Xiao-Tong; Xie, Shang-Ping; Du, Yan; Liu, Lin; Huang, Gang; Liu, Qinyu (2013-03-01). "Indian Ocean Dipole Response to Global Warming in the CMIP5 Multimodel Ensemble". Journal of Climate. 26 (16): 6067–6080. doi:10.1175/JCLI-D-12-00638.1. ISSN0894-8755.