Chavrusa (chavruta, havruta) adalah pendekatan tradisional Yahudi untuk belajar di mana sepasang siswa saling menganalisis, berdiskusi, dan memperdebatkan teks bersama. Belajar dengan Chavrusa, atau pasangan, adalah ciri khas pembelajaran tradisional Yahudi yang mempunyai prinsip bahwa dua pikiran yang diterapkan pada suatu masalah hampir selalu lebih baik daripada satu.[1]
Tentang Chavrusa
Belajar dengan chavrusa, atau pasangan, adalah ciri khas pembelajaran tradisional Yahudi. Sepasangan chavrusa, dua pikiran yang menyelesaikan suatu masalah hampir selalu lebih baik daripada satu.[1] Masing-masing pasangan memeriksa dan mengoreksi kesalahpahaman yang lain, mempertanyakan, dan menajamkan ide-ide yang lain. Orang Yahudi percaya bahwa mengartikulasikan pikiran seseorang kepada orang lain membawa penjelasan dan jawaban yang lebih besar daripada belajar sendiri.[2]
Indeed, the Talmud goes so far as to say that one who learns Torah alone becomes stupid! Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia memiliki arti: "Memang, Talmud lebih jauh dengan mengatakan bahwa orang yang belajar Taurat sendirian menjadi bodoh!"
Chavrusa berasal dari Bahasa Ibrani yang berarti, "teman." Buku kompilasi ajaran Yahudi, Pirkei Avot (Etika Para Ayah) menyampaikan pentingnya dasar persahabatan dalam pembelajaran Yahudi dengan berkata: "Buatkan dirimu seorang guru, temukan dirimu sendiri seorang teman, dan nilaiilah setiap orang dengan baik." Beberapa orang berpendapat bahwa kualitas hubungan antara chavrusa sama pentingnya dengan isi dari apa yang dipelajari.
Cara Belajar
Pasangan Chavrusa berjuang untuk memahami makna dari setiap bagian dan membahas permasalahan dengan menerapkannya pada masalah yang lebih besar. Terkadang mereka belajar untuk persiapan ujian masuk kuliah, dan kadang-kadang mereka bertemu untuk belajar terlepas dari ulangan dan tugas. Seringkali, havruta memilih untuk belajar di beit midrash, ruang belajar, bersama dengan chavrusa lainnya. Bersama-sama, havrutot (jamak untuk havruta) menciptakan suasana beit midrash, suasana berdiskusi dan berdebat. Tradisi Yahudi selalu menghargai pembelajaran dengan orang lain, baik dengan guru maupun siswa lainnya. Namun, penelitian sejarah terbaru menunjukkan bahwa belajar berpasangan, chavrusa, hanya menjadi mode pembelajaran yang dominan di abad terakhir.[3]
Beberapa referensi awal untuk belajar dalam kelompok, dan khususnya berpasangan, terjadi di Talmud. Talmud menegaskan bahwa Taurat hanya diperoleh dalam satu kelompok, haburah (Babel Talmud, Berakhot 63b). Kata haburah berasal dari akar kata yang sama dengan havruta - haver, atau, dalam bahasa Inggris, teman. Talmud juga secara khusus memuji nilai belajar berpasangan: "Dua sarjana saling mempertajam satu sama lain" , yang berarti dua sarjana, melalui diskusi dan debat, membantu mempertajam wawasan satu sama lain ke dalam teks (Ta'anit 7a).[3]
Pepatah yang paling sering dikutip dalam Talmud berkaitan dengan havruta adalah: "o havruta o mituta" (Ta'anit 23a), diterjemahkan secara provokatif oleh Jacob Neusner sebagai "Beri aku havruta atau beri aku kematian." Banyak cendekiawan Yahudi mengutip ungkapan ini untuk menggambarkan sentralitas studi di chavrusa. Namun dalam konteksnya, frasa ini tidak ada hubungannya dengan belajar berpasangan. Sebaliknya, ungkapan itu berarti bahwa individu membutuhkan masyarakat dan rasa hormat dari orang lain, dan tanpa mereka hidup tidak layak untuk dijalani. Namun, fakta bahwa begitu banyak cendekiawan Yahudi mengambil ungkapan ini di luar konteks dan menafsirkannya sebagai rujukan untuk belajar berpasangan sebagai kepentingan melestarikan dalam tradisi Yahudi.[3]
When two scholars of Torah listen to one another, God hears their voices,
Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia memiliki arti: "Ketika dua sarjana Taurat mendengarkan satu sama lain, Tuhan mendengar suara mereka,"
Seorang perwakilan dari Institusi Yeshivot, institusi pembelajaran metode chavrusa, mengatakan untuk seseorang agar mendapatkan hasil maksimal maka ia harus menyiapkan dan mengulas materi yang dipelajari. Jika orang tersebut mencoba mempersiapkan diri sendiri, maka ia akan membodohi diri sendiri karena ia dibatasi oleh kemampuannya sendiri. Di sisi lain, sudut pandang orang lain selalu mempunyai sedikit perbedaan, dengan cara ini makan pasangan chavrusa akan memperkaya pengetahuannya masing-masing. Memilih pasangan chavrusa diibaratkan seperti memilih seorang istri, ada banyak hal dan pertimbangan yang terlibat.[4]
Dalam metode chavrusa, peserta didik terlibat dalam tiga hal, yaitu:[5]
Mendengarkan dan mengartikulasikan. Hal tersebut adalah kunci untuk memulai havruta. Pada dasarnya, mendengarkan berarti memperhatikan dan mengartikulasikan adalah sarana untuk mengekspresikan ide seseorang dengan keras. Mendengarkan dan mengartikulasikan penting untuk mengembangkan ide dan hubungan pasangan havruta. Dengan ini, para pasangan havruta menciptakan ruang untuk setiap pasangan dan topik untuk didengar dan dijadikan bagian dari proses belajar havruta.
Bertanya-tanya dan fokus. Seorang havruta perlu bertanya untuk menghasilkan ide-ide kreatif. Pada saat yang sama, seorang havruta harus fokus untuk menginterpretasi bagian pembuka hingga kesimpulan tentang sebuah teks atau topik. Dalam sebuah perumpamaan, mendengarkan dan mengartikulasikan adalah mesinnya, bertanya-tanya dan fokus adalah bagian dari setir dalam membantu menentukan arah pembicaraan.
Mendukung dan menantang. Kedua praktik ini dapat membantu chavrusa lebih lanjut membentuk ide-ide mereka dengan cara yang sedikit berbeda. Mendukung terdiri dari memberikan dorongan untuk ide-ide dan memperjelasnya, memperkuatnya dengan lebih lanjut bukti yang kuat. Tantangan terdiri dari mengemukakan masalah dengan ide-ide, mempertanyakan apa yang belum terjawab, dan menarik perhatian pada kontradiksi dan ide-ide yang berlawanan. Praktik-praktik ini juga membantu pasangan chavrusa dalam mengarahkan percakapan dan membantu mempertajam ide-ide mereka.
Sumber dari Abad Pertengahan
Dalam diskusi Talmud, komentator Yahudi abad pertengahan juga membahas manfaat belajar secara chavrusa. Ovadiah Seforno, seorang komentator rabbi Italia abad ke-16, menafsirkan ayat-ayat berikut dalam Pengkhotbah sebagai merujuk pada belajar berpasangan:[3]
Two are better off than one, in that they derive greater benefit from their efforts. For if they should fall, the one will raise up the other, as opposed to if one falls when there is no one to raise him.
Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia memiliki arti: "Dua lebih baik daripada satu, karena mereka mendapat manfaat lebih besar dari upaya mereka. Karena jika mereka jatuh, yang satu akan membangkitkan yang lain, sebagai lawan jika satu jatuh ketika tidak ada yang mengangkatnya.", Kitab Pengkhotbah 4:10-11
Beliau menjelaskan bahwa dua orang yang belajar bersama lebih baik daripada satu, karena jika satu membuat kesalahan, yang lain akan mengoreksi dirinya, sedangkan jika satu belajar sendiri maka tidak akan ada yang mengoreksi dia. Penafsiran Ovadiah Seforno tidak muncul dari makna teks yang sederhana, melainkan desakan untuk menafsirkan ayat-ayat dengan cara kreatif ini menunjukkan nilai penting yang perlu dipelajari secara berpasangan. Don Yitzhak Abravanel, seorang komentator rabbi Spanyol abad ke-15, membahas manfaat lain dari penelitian havruta. Abravanel menafsirkan pepatah "Jadikanlah dirimu seorang rabi dan raihlah untukmu seorang teman" (Mishnah Avot 1: 6) sebagai makna bahwa seseorang harus belajar baik dengan guru maupun dengan siswa lain. Dia menjelaskan bahwa setiap orang terkadang ragu atau bingung tentang bagaimana menafsirkan teks. Namun, terkadang seseorang merasa malu untuk mengajukan pertanyaannya kepada rabinya. Pada saat sesi chavrusa, seseorang dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan ini kepada siswa lain. Siswa lain dapat mengklarifikasi dan mempertajam pemahaman seseorang tentang teks dan dapat memberikan perspektif berharga yang berbeda pada teks tersebut.[3]
Penerapan Chavrusa dari Zaman ke Zaman
Shaul Stampfer, seorang sejarawan Israel kontemporer, berpendapat bahwa belajar di chavrusa bukanlah metode pembelajaran yang diterapkan sampai dengan awal abad terakhir. Bahkan di abad ke-19 yeshivot (akademi pendidikan tinggi Yahudi) di Eropa Timur, chavrusa hanya satu di antara banyak metode studi yang ada. Institusi Yeshivot ini berusaha menciptakan sarjana elit yang tidak membutuhkan chavrusa untuk memahami teks. Mereka melihat chavrusa hanya sebagai sarana untuk membantu siswa yang cenderung lemah dan tidak bisa mengikuti pelajaran kelas. Namun hari ini, penelitian chavrusa telah diterima secara luas sehingga dua sarjana rabbi kontemporer (Rabi Menashe Klein di Mishneh Halakhot dan Rabi Shammai Gross di Shevet Kehati) menjawab pertanyaan terkait ketidakmampuan seseorang belajar dengan cara havruta. Haruskah seseorang tetap melanjutkan sistem pembelajaran tersebut apabila tidak dapat mengikutinya? Meskipun kedua rabi menjawab dalam afirmatif, pertanyaan ini mengindikasikan bahwa di sistem havruta telah mendominasi. Dalam sebuah wawancara, Stampfer, perwakilan dari institusi berhipotesis bahwa studi di havruta menjadi dominan selama periode Perang Dunia I. Pada saat itu, yeshivot membuka pintu mereka untuk semua pria Yahudi. Kini, yeshivot tidak hanya terbuka bagi kaum elit saja, para siswa yang ingin belajar di havruta untuk memahami pelajaran yang sulit pun diterima.[3]
^Helmreich, William B. (2000). The World of the Yeshiva: An Intimate Portrait of Orthodox Jewry. Ktav Pub Inc. hlm. 111. ISBN978-0881256413.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)