Belanda juga merupakan salah satu produsen dari komponen yang dapat digunakan untuk membuat agen mematikan, senjata kimia, dan jenis senjata pemusnah massal lainnya. Beberapa perusahaan Belanda menyediakan komponen untuk senjata-senjata ini kepada Amerika Serikat, Israel, dan Pakistan.
Di masa lalu (tahun 1960-an hingga 1990-an), Belanda ikut andil dalam pengerahan peluru artileri nuklir NATO untuk artileri swagerak dan unit artileri rudalnya. Peluru dan hulu ledak 8 inci untuk rudal Honest John, dan kemudian Lance, disimpan di gudang amunisi khusus di 't Harde dan Havelterberg. Senjata-senjata ini sudah tidak lagi beroperasi.
NDB disimpan di bawah penjagaan Marinir AS di RAF St. Mawgan, Cornwall, Britania Raya, yang juga menyimpan 60 senjata serupa untuk digunakan oleh pesawat Shackleton dan Nimrod milik RAF. Pengaturan penyimpanan disetujui pada tahun 1965 antara Perdana Menteri Britania Raya Harold Wilson dan Presiden AS Lyndon B. Johnson dalam sebuah memorandum rahasia yang sekarang telah dideklasifikasi dalam arsip Britania Raya.[3]
AS bersikeras bahwa pasukannya mengontrol senjata-senjata tersebut dan tidak ada pemberian bom nuklir atau kontrol atas bom tersebut yang dimaksudkan "kecuali dan sampai ada keputusan untuk berperang, yang mana perjanjian [NPT] tidak lagi mengatur", jadi tidak ada pelanggaran NPT.[7]
Produksi prekursor senjata kimia oleh Belanda
Bersama perusahaan-perusahaan dari Britania Raya, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Spanyol, India, dan Brasil, perusahaan-perusahaan Belanda menyediakan bahan kimia yang digunakan sebagai prekursor untuk memproduksi senjata kimia bagi Irak guna melawan Iran dalam Perang Iran-Irak.
Menderita akibat perang kimia selama Perang Iran-Irak (1980–1988), 2.000 warga Iran mengajukan dakwaan beberapa tahun lalu ke pengadilan Teheran terhadap sembilan perusahaan yang telah menyediakan bahan kimia tersebut kepada Saddam Hussein, dan 455 perusahaan Amerika dan Eropa (dua pertiganya dari Jerman) yang memberikan bantuan kepada Irak selama perangnya dengan Iran. Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan laporan setebal 12.000 halaman tentang konflik tersebut dan menyebutkan nama-nama perusahaan yang terlibat.
Eksperimen gas beracun
Pada tanggal 20 Februari 2008, terungkap bahwa Belanda telah melakukan uji coba perang kimia dengan gas saraf pada awal tahun 1950-an. Percobaan ini dilakukan oleh lembaga TNO atas permintaan Departemen Pertahanan. Eksperimen tersebut terdiri dari penggunaan sarin, tabun, soman, dan gas Prancis yang dimodifikasi yang disebut Stof X (Substansi X), yang lebih beracun daripada sarin. Percobaan tersebut dilakukan pada hewan di desa Harskamp dan di tempat latihan pengeboman Vliehors, yang terletak di pulau Vlieland. Setelah tahun 1956, satu-satunya eksperimen yang dilakukan adalah eksperimen yang dilakukan bersama dengan Prancis dan Belgia di sebuah gurun di Aljazair, yang menggunakan 6 kilogram Stof X. Alasan di balik eksperimen ini adalah ketakutan akan serangan oleh Uni Soviet.[8]