Bandar Udara Internasional Raja Shaka, juga dikenal sebagai Bandar Udara La Mercy (mana wilayah yang menjadi lokasinya) dan disingkat sebagai KSIA, adalah bandar udara utama yang melayani kota Durban, Afrika Selatan. Berlokasi di La Mercy, sekitar 35 kilometer (22 mi) sebelah utara pusat kota Durban. Bandara ini dibuka untuk penumpang pada 1 Mei 2010, hanya sekitar sebulan sebelum pelaksanaan Piala Dunia FIFA 2010. Bandara ini menggantikan Bandar Udara Internasional Durban yang kemudian ditutup.[1] Bandara dirancang oleh Osmond Lange Architects and Planners dan menghabiskan biaya sebesar R6.8 miliar.[2]
Bandara ini menjadi bagian dari Dube Tradeport, yang terdiri dari sebuah zona perdagangan yang terhubung dengan terminal kargo bandara, fasilitas pendukung bandara seperti kantor terdekat dan akomodasi transit bagi wisatawan, dan zona eksport agrikutur terintegrasi dengan sebuah platform IT.[3]
Sejarah
Konsepsi proyek dan pembangunan awal
Bandar Udara Internasional Raja Shaka pertama kali direncanakan pada tahun 1970an, dengan pembangunan dimulai pada tahun 1973. Pada tahun 1975, pengerjaan tanah dan sistem drainase bada berhasil diselesaikan. Namun, proyek ini dihentikan pada tahun 1982 karena perlambatan ekonomi pada waktu tersebut.[2]
Proyek ini dibangkitkan kembali pada akhir tahun 1990an saat keterbatasan dari Bandar Udara Internasional Durban menjadi serius.[2] Landasan pacu bandara sepanjang 2.400 m (7.874 ft) terlalu pendek untuk memungkinkan pesawat besar seperti Boeing 747 mengoperasikan rute antar benua dari Durban; yang menyebabkan penurunan arus penumpang internasional yang menyebabkan Durban menjadi terpnggirkan dari Johannesburg dan Cape Town.[4] Pengembangan Bandar Udara Internasional Durban mulai dipertimbangkan, tetapi sebuah studi yang dipublikasikan pada tahun 2007 menemukan bahwa bandara yang ada akan menemui permasalahan lebih lanjut dan akan mencapai kapasitas maksimumnya pada tahun 2025, di mana setelah itu tidak ada pilihan lagi selain mengembangkan KSIA.[5] Ditemukan juga bahwa akan lebih mahal 95 % untuk mengoperasikan bandar Udara Internasional Durban hingga potensi penuhnya dan baru kemudian mengembangkan KSIA, sehingga KSIA perlu segera dikembangkan.[5] Namun, sengketa antara Airports Company South Africa (ACSA) dan firma Dube Tradeport (yang dilindungi oleh pemerintah provinsi KwaZulu-Natal) menghambat proyek ini hingga menteri transportasi nasional Jeff Radebe melakukan intervensi untuk memulai proyek pada tahun 2004.[6]
Proyek ini kemudian digangggu oleh perang tender antara Konsorsium Illembe (dipimpin oleh Group Five dan Wilson Bayly Holmes-Ovcon) dengan Konsorsium Indiza (dipimpin oleh Grinaker-LTA). Kedua konsorsium lolos kualifikasi untuk tender pada April 2006; namun, tender dihadiahkan kepada konsorsium Illemb, karena konsorsium Indiza tidak dipertimbangkan karena gagal memenuhi beberapa persyaratan tender.[7] Grup Indiza melakukan banding terhadap keputusan tersebut, mangklaim bahwa proses tender yang benar tidak diikuti dan penawaran mereka secara tidak fair telah diabaikan;[7][8] Namun, pengajuan keberatan pengadilan mereka ditolak oleh Pengadilan Tinggi Pietermaritzburg pada bulan Februari 2007.[9]
Penghambat terakhir adalah penundaan persetujuan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh Departemen Permasalahan Lingkungan dan Pariwisata Afrika Selatan.[2] AMDAL akhirnya disetujui pada bulan Agustus 2007; kondisi yang mempengaruhi persetujuan adalah penunjukan petugas pengendali lingkungan, isu pembangunan jalan akses bebas hambatan N2, dan isu fauna dan flora; secara spesifik, adalah pengaruh pembangunan dan operasi bandara terhadap koloni burung layang-layang di dekatnya.[10]
Pembangunan bandara dimulai pada 24 Agustus 2007, segera setelah persetujuan AMDAL.[11] Pembanguna tumbuh secara stabil hingga dua tahun berikutnya, dengan uji coba operasi bandara dimulai pada bulan Desember 2009.[12] Bandara menangani penerbangan perdananya pada 1 Mei 2010.[13]
Masih belum jelas masa depan dari Bandar Udara Internasional Durban yang sudah ada setelah dibukanya KSIA. Sebelumnya diharapkan bahwa bandara akan ditutup dan situsnya (di dalam wilayah industri) akan dikembangkan kembali, kemungkinan akan diubah menjadi pelabuha yang melayani pabrik perakitan dan komponen mobil,[14] namun Comair menunjukkan ketertarikan untuk membeli bandara ini dan menjadikannya sebagai bandara alternatif atau sekunder.[15]
Proses penamaan
Meskipun sudah muncul harapan luas bahwa bandara akan diberi nama "Bandar Udara Internasional Raja Shaka", diputuskan pada bulan Oktober 2009 bahwa bandara perlu melakukan sebuah proses pemberian nama formal.[16] Mantan perdama menteri KZN, S'bu Ndebele, menyatakan proses pemberian nama sangatlan penting, menyatakan bahwa pilot tidak dapat terbang menuju tempat yang tidak memiliki nama.[16] Rapat umum untuk pemberian nama bandara dimulai pada awal November 2009, dengan sebagian besar pesarta setuju untuk menggunakan "Bandar Udara Internasional Raja Shaka" sebagai nama bandara.[17]
Pada 8 Desember 2009, dilaporkan bahwa "Bandar Udara Internasional Raja Shaka" menjadi nama paling populer untuk bandara baru ini.[18] Nama bandara baru ini disetujui pada 14 Januari 2010,[19] dan menjadi resmi pada 2 Februari 2010 saat Kementerian Seni dan Budaya memberikan persetujuan akhir terhadap nama tersebut.[20]
Bandara ini diberi nama sesuai dengan Shaka, pemimpin dari Kerajaan Zulu pada awal abad ke-19.
Lokasi
Bandara ini berada di La Mercy, sekitar 35 kilometer (22 mi) utara kota Durban. WIlayah bandara dibatasi oleh M43 di bagian utara, Sungai Mdloti di bagian selatan, R102 di bagian barat, dan jalan bebeas hambatan N2 di bagian timur.
Komunitas yang bersebelahan adalah Tongaat di bagian barat laut, Verulam di bagian barat daya, dan Umdloti d bagian tenggara; komunitas terkenal yang berada di dekat bandara adalah Umhlanga di sebelah selatan dan Ballito di sebelah utara. Komunitas ini umumnya mengalami masalah tingkat kebisingan akibat adanya bandara;[21] dan rekomendasi terhadap keberatan mereka juga diberikan dalam laporan Analisis Dampak Lingkungan.[22]
Layang-layang Gunung Moreland
Gunung Moreland, sebuah komunitas kecil yang berada di 26 km (16 mi) sebelah selatan bandara, merupakan tempat bersarang penting bagi burung Layang-layang Asia.[23] Wilayah tumbuhan merah seluas 250 m2 (2.700 sq ft)2 dimana burung bersarang berada tepat di bawah jalur pendaratan dari landasan pacu 06; saat bandara diumumkan dibangun, muncul kekhawatiran bahwa tumbuhan merah tersebut akan dihancurkan karena tingginya risiko tabrakan burung, membuat banyak keberatan daripada pemerhati lingkungan.[23]
Sebagai hasil dari semua keberatan tersebut, studi terhadap risiko tabrakan burung di KSIA dimulai, dengan perhatian khusus terhadap populasi Layang-layang Asia di Gunung Moreland. Studimenunjukkan bahwa pada aktivitas burung pada pagi hari umumnya terjadi sebelum kedatangan maupun keberangkatan berjadwal apapun (sebelum pukul 06:00), dengan aktivitas pada sore hari yang terjadi di bawah jalur pendaratan bandara mendapat gangguan dari 5% populasi burung dengan jangka waktu yang sangat pendek (sekitar 10 menit).[24] Hal lain juga dicatat bahwa spesies burung yang lebih besar, terbang dalam ketinggian lebih, akan memberikan ancaman lebih besar terhadap pesawat daripada Layang-layang; dimana spesies ini sudah menjadi ancaman di Bandar Udara Internasional Durban.[24] Studi ini menunjukkan bahwa sangat memungkinkan mempertahankan populasi Layang-Layang; dengan proposal mitigasi resiku dengan mengubah sedikit jalur pergerakan pesawat di sore hari, dengan sudut pendaratan di landasan pacu 06 menjadi 3,2 atau 3,5 derajat dibandingkan standard 3 derajat, dan pemasangan sistem radar yang akan memonitor pergerakan burung dan diitegrasikan dengan rencana operasi bandara.[24]
Sebagai respon dari studi ini, ACSA mengontrak De-Tect Inc. untuk memasang sebuah sistem radar yang akan mengawasi semua aktivitas burung di sekitar KSIA, memberikan peringatan kepada pengawas lalu lintas penerbangan terhadap bahaya burung dalam penerbangan. Sistem radar tiba pada bulan Januari 2009 dan langsung mengumpulkan data yang dibutuhkan saat bandara telah beroperasi.[25]
Terminal
Terminal penumpang
Terminal penumpang berlokasi di ujung selatan badara dan dipisah dalam dua lantai: kedatangan ditangani di lantai bawah, keberangkatan di lantai atas. Dengan total lantai seluas 102.000 m2 (1.100.000 sq ft), terminal ini mampu menangani 7,5 juta penumpang setiap tahun.[26]
Wilayah cek in, yang berlokasi di lantai atas, memiliki 72 konter cek in dan 18 kois swalayan, bersama dengan kantor tiket untuk beberapa maskapai yang beroparasi di bandara. Penumpang kemudian melewati titik pemeriksaan keamanan, yang dipisahkan antara penumpang domestik dan internasional, sebelum menuju ke ruang tunggu dan gerbang keberangkatan. Bandara memiliki 34 ruang parkir pesawat dan 16 garbarata; empat diantaranya (gerbang A20-A23) dapat dikelompokkan untuk menangani dua pesawat kode F (seperti Airbus A380) atau secara sendiri menangani empat pesawat kode C (seperti Airbus A320 dan Boeing 737), sedangkan yang lain mampu menangani satu pesawat kode C.[26][27]
Kedatangan ditempatkan di lantai bawah, dengan aula pengambilan bagasi yang memiliki 5 konveyor yang dapat dialokasikan untuk penerbangan domestik dan internasional sesuai kebutuhan. Sebagian besar toko ritel di berlokasi di lantai bawah, selain di plasa terbuka di depan bangunan terminal. Jika digabungkan dengan ritel di ruang tinggu keberangkatan, bandara memiliki 52 otlet ritel denagn ruang seluas 6.500 m2 (70.000 sq ft).[26]
Terminal tidak memiliki ruang pandang publik, yang membuat banyak kritik dari masyarakat.[28] Namun kemudian ditunjukkan bahwa kesempatan melihat aktivitas pesawat dapat tersedia di jalan penurunan penumpang keberangkatan, dan tempat lain di luar bandara.[29]
Terminal kargo
Terminal kargo terletak di sebelah utara dari teminal penumpang, dan berada di sekitar bagian tengah bandara. Terminal kargo memiliki luas sekitar 15.000 m2 (160.000 sq ft) dengan kapasitas kargo 150.000 ton per tahun; dengan pengembangan jangka panjang dapat memperluas ruang kargo hingga seluas 100.000 m2 (1.100.000 sq ft) dan kapaistas hingga 1 juta ton kargo per tahun.[30]Worldwide Flight Services ditunjuk pada bulan Agustus 2009 dalam sebuah kontrak sebagai operator terminal kargo selama lima tahun.[31][32]
Terminal kargoakan menjadi satu komponen dari Dube Tradeport's Trade Zone Precinct, yang akan menjadi tempat penyimpanan logistik dan juga sebagai tempat aktivitas kargo dan industri ringan yang membutuhkan akses mudah ke layanan kargo udara, dan akan memiliki wilayah seluas 36 hektare.[33]
Salah satu tujuan dari pembangunan terminal kargo ini adalah untuk mengembalikan perusahaan kargo judara lokal yang pindah ke Bandar Udara Internasional OR Tambo di Johannesburg;[33] diperkirakan bahwa KwaZulu-Natal memproduksi sekitar 25.000 ton kargo udara yang harus dipindahkan melalui jalan darat menuju Johannesburg.[34] Bandara ini memiliki keuntungan karena berada di dekat permukaan laut dibandingkan dengan Johannesburg yang berada di ketinggian tinggi, dan kedekatan lokasinya dengan Pelabuhan Durban, yang merupakan pelabuhan tersibuk di belahan bumi selatan.[35] Terminal karog memiliki dua tempat untuk pesawat kode F (yang dapat menampung pesawat sekelas dengan Airbus A380), yang dalam jangka panjang dapat ditambahkan menjadi 10.[5]
Maskapai dan destinasi
Berikut merupakan maskapai yang mengoperasikan penerbangan berjadwal di Bandar Udara Internasional Raja Shaka:
^Carnie, Tony (August 24, 2007). "'Durban will never be the same again'". IOL. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-16. Diakses tanggal October 15, 2008.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)