Negara-negara pendirinya yakni Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok mengadakan KTT pemimpin pertamanya di Rusia pada tahun 2009 dengan nama BRIC. Setelah penggantian nama organisasi, Afrika Selatan menghadiri pertemuan puncak pertamanya sebagai anggota pada tahun 2011 setelah bergabung dengan organisasi tersebut pada tahun 2010.[3][4] Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab menghadiri KTT pertama mereka sebagai negara anggota pada KTT tahun 2024 di Rusia. Arab Saudi belum bergabung secara resmi, tetapi berpartisipasi dalam kegiatan BRICS sebagai negara yang diundang.[5][6]
Jika digabungkan, negara-negara anggota BRICS mencakup sekitar 30% permukaan bumi dan 45% populasi global. Afrika Selatan memiliki ekonomi terbesar di Afrika, sedangkan Brasil, India, dan Tiongkok termasuk di antara 10 negara terbesar di dunia berdasarkan populasi, luas wilayah, dan produk domestik bruto (PDB) nominal, dan berdasarkan paritas daya beli, Rusia muncul sebagai ekonomi terbesar di Eropa pada tahun fiskal terakhir.[7] Kelima negara anggota awal tersebut merupakan anggota G20, dengan PDB nominal gabungan sebesar US$28 triliun (sekitar 27% dari produk dunia bruto), total PDB (PPP) sekitar US$65 triliun (33% dari PDB PPP global), dan diperkirakan US$5,2 triliun dalam cadangan devisa gabungan (per 2024).[8]
Negara-negara BRICS dianggap sebagai pesaing geopolitik terdepan bagi blok G7 yang terdiri dari negara-negara maju terkemuka, dengan menerapkan inisiatif-inisiatif yang bersaing seperti New Development Bank, BRICS Contingent Reserve Arrangement, BRICS Pay, BRICS Joint Statistical Publication,[9] dan mata uang cadangan keranjang BRICS.[10]
Sejarah
BRIC: Awal Mula Terbentuk
Akronim BRIC ini pertama kali dicetuskan oleh Goldman Sachs pada tahun 2001.[11][12] Istilah ini awalnya diciptakan sebagai BRIC (tanpa Afrika Selatan) oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O'Neill, pada tahun 2001. Ia percaya bahwa pada tahun 2050, empat negara BRIC akan mendominasi ekonomi global.[13]
Para menteri luar negeri dari empat negara anggota BRIC (Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok) bertemu di New York City pada bulan September 2006 di sela-sela Debat Umum Majelis Umum PBB, yang menjadi awal dari serangkaian pertemuan tingkat tinggi.[14] Selanjutnya diadakan pertemuan diplomatik secara resmi bertempat di Yekaterinburg, Rusia, pada tanggal 16 Juni 2009.
KTT resmi pertama BRIC ini dihadiri oleh pemimpin dari setiap negara anggota yaitu Luiz Inácio Lula da Silva, Dmitry Medvedev, Manmohan Singh, dan Hu Jintao, yang merupakan pemimpin Brazil, Rusia, India, dan China.[15] Fokus dari pertemuan ini adalah untuk memperbaiki situasi ekonomi global dan mereformasi lembaga-lembaga keuangan, serta mendiskusikan bagaimana keempat negara tersebut dapat bekerja sama dengan lebih baik di masa depan.[16]
BRICS: Masuknya Afrika Selatan
Pada tahun 2010, Afrika Selatan memulai upaya untuk bergabung dengan BRIC, dan proses penerimaan Afrika Selatan dimulai pada bulan Agustus di tahun tersebut. Afrika Selatan secara resmi menjadi negara anggota pada tanggal 24 Desember 2010, setelah secara resmi diundang oleh Tiongkok untuk bergabung dan kemudian diterima oleh negara-negara BRIC lainnya.[17]
New Development Bank
Pada bulan Juni 2012, negara-negara BRICS menjanjikan $75 miliar untuk meningkatkan kekuatan pinjaman pada International Monetary Fund (IMF). Namun, pinjaman ini bergantung pada reformasi pemungutan suara IMF. Pada bulan Maret 2013 yang bertepatan dengan KTT BRICS kelima di Durban, negara-negara anggota BRICS sepakat untuk membentuk sebuah lembaga keuangan global agar dapat bekerja sama dengan IMF dan Bank Dunia yang didominasi oleh negara-negara Barat.[18] Lembaga keuangan yang didirikan oleh BRICS ini bernama New Development Bank yang dibentuk pada tahun 2014.
Pada bulan Juli 2014, pada KTT BRICS keenam di Fortaleza, BRICS menandatangani dokumen untuk mendirikan New Development Bank senilai US$100 miliar dan sebuah cadangan mata uang senilai lebih dari US$100 miliar.[19] Lembaga keuangan ini didirikan dengan tujuan untuk menyediakan pendanaan bagi pasar negara berkembang dan negara berkembang itu sendiri dalam membantu proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan.[20]
Pada tahun 2021 lalu, Dewan Gubernur lembaga ini telah menyetujui bergabungnya Bangladesh, UEA, Mesir, dan Uruguay sebagai anggota barunya. Momen tersebut sekaligus menandai dimulainya ekspansi New Development Bank (NDB) sebagai lembaga multilateral global.[21] Pada spektrum infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan yang luas, fokus New Development Bank selama periode 2022-2026 akan berfokus pada beberapa aspek. Beberapa aspek tersebut adalah Energi Bersih dan Efisiensi Energi, Infrastruktur Transportasi, Perlindungan Lingkungan, Infrastruktur Sosial, Infrastruktur Digital, dan lain sebagainya.[21] Tak cukup dengan membuat lembaga keuangan sendiri, baru-baru ini BRICS juga dikabarkan akan segera meluncurkan mata uangnya sendiri. Meski belum dipastikan waktunya, namun wacana ini telah banyak menuai sorotan karena dianggap menjadi ancaman bagi dolar Amerika Serikat.[21]
Tantangan BRICS
Adanya organisasi antarpemerintah seperti BRICS ini tentunya tidak lepas dari tantangan yang dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang setiap anggota BRICS yang memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dimana antar satu sama lain memiliki perbedaan kepentingan yang ingin mereka capai.[22] Salah satu contohnya adalah kekesalan Tiongkok terhadap negara BRICS lainnya yang menuduh Tiongkok melakukan dumping. Selain itu, Brasil melakukan kritik terhadap Rusia yang melakukan restriksi impor ketat bagi produk pertanian karena Rusia memiliki ambisi untuk menjadi negara pengekspor produk agraria yang dapat menjadi pesaing Brasil.[22] Tantangan lain yang dihadapi oleh BRICS ini yaitu adanya perbedaan kepentingan dan cara pandang. Salah satu contohnya adalah pembahasan terkait dengan pembentukan New Development Bank dan juga adanya ambisi dari masing-masing negara anggota untuk membawa kepentingan mereka masing-masing.[22]
Konferensi Tingkat Tinggi
BRIC
Konferensi Tingkat Tinggi BRIC adalah pertemuan kepala pemerintahan BRIC. KTT pertama berlangsung di Yekaterinburg, Rusia, pada tanggal 16 Juni 2009, dihadiri oleh Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Rusia Dmitry Medvedev, Perdana Menteri India Manmohan Singh, dan Presiden RRT Hu Jintao. KTT BRIC yang kedua berlangsung pada tanggal 15 April 2010 di ibu kota Brazil, Brasilia.
Pada kedua KTT tersebut, BRIC menyatakan posisinya pada berbagai isu global, antara lain:
Reformasi institusi keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia agar dapat lebih menampung aspirasi negara-negara berkembang
Perlunya diversifikasi sistem moneter internasional, tidak terfokus lagi pada US dollar sebagai mata uang internasional
Agar PBB memainkan peran yang lebih penting dalam diplomasi multilateral
Peran yang lebih besar untuk Brazil dan India di PBB (agar kedua negara tersebut juga bisa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB)
BRICS
Konferensi Tingkat Tinggi ini adalah konferensi ketiga yang dilakukan oleh negara anggota BRIC sekaligus menjadi konferensi pertama yang dihadiri oleh Afrika Selatan sebagai negara baru. Afrika Selatan diundang untuk bergabung dengan BRIC pada bulan Desember 2010, dan setelah itu kelompok ini mengadopsi singkatan BRICS. Mantan Presiden Jacob Zuma kemudian menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi BRICS Ketiga di Sanya, Tiongkok , pada bulan Maret 2011. Temanya adalah "Broad Vision, Shared Prosperity". Agenda yang dibahas dalam KTT ini meliputi situasi internasional, ekonomi global dan keuangan internasional, pembangunan dan kerja sama BRICS. KTT ini mengeluarkan Deklarasi Sanya dan Rencana Aksi.[23] Di sela-sela pertemuan, diadakan pula Pertemuan Menteri Perdagangan, Forum Akademis, Forum Keuangan dan Forum Bisnis.[23]
Keuangan BRICS terdiri dari New Development Bank (NDB) dan Contingent Reserve Arrangement (CRA). Komponen-komponen ini ditandatangani dalam sebuah perjanjian pada tahun 2014, dan mulai aktif pada tahun 2015.
New Development Bank (NDB; "Bank Pembangunan Baru"), yang secara resmi disebut sebagai BRICS Development Bank,[27] adalah bank pembangunanmultilateral yang dioperasikan oleh lima negara BRICS. Tujuan berdirinya pinjaman bank ini adalah untuk proyek infrastruktur[28][29] dengan pinjaman resmi hingga $34 miliar per tahunnya.[29] Di Afrika, bank ini berkantor pusat di Afrika Selatan.[30] Bank ini memiliki modal awal sebesar $50 miliar, dengan kekayaan yang meningkat hingga $100 miliar dari waktu ke waktu.[31] Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan awalnya masing-masing menyumbang $10 miliar, sehingga totalnya menjadi $50 miliar.[30][31] Hingga tahun 2020, bank ini memiliki 53 proyek yang sedang berjalan dengan nilai sekitar $15 miliar.[32]
BRICS Contingent Reserve Arrangement (CRA; "Pengaturan Cadangan Kontingen BRICS") adalah kerangka kerja untuk melindungi diri dari tekanan likuiditas global.[28][31][34] Tekanan ini termasuk masalah mata uang ketika mata uang dari salah satu negara anggota terpengaruh tekanan keuangan global.[28][34] Negara-negara berkembang yang mengalami liberalisasi ekonomi yang cepat mengalami peningkatan volatilitas ekonomi, sehingga timbul lingkungan ekonomi makro yang tidak menentu.[35] CRA bersaing dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Bersama dengan New Development Bank (NDB), ini adalah contoh peningkatan kerja sama Selatan-Selatan.[28] Badan ini didirikan pada tahun 2015 oleh negara-negara BRICS. Dasar hukumnya dibentuk oleh Perjanjian untuk Pembentukan Pengaturan Cadangan Kontingen BRICS, yang ditandatangani di Fortaleza pada bulan Juli 2014. Dengan pertemuan perdana Dewan Pengurus dan Komite Tetap BRICS CRA, yang diadakan pada tanggal 4 September 2015, di Ankara, Turki.[36] Perjanjian ini mulai berlaku setelah diratifikasi oleh semua anggota BRICS, yang diumumkan pada KTT BRICS ke-7 pada bulan Juli 2015.
Pada KTT BRICS 2015 di Rusia, para menteri dari negara-negara BRICS memulai konsultasi sebuah sistem pembayaran yang akan menjadi alternatif bagi sistem SWIFT. Tujuannya adalah untuk awalnya beralih ke penyelesaian dalam mata uang nasional.[35]Bank Sentral Rusia menyoroti manfaat utamanya sebagai cadangan dan redundansi jika terjadi gangguan pada sistem SWIFT.[37]
Tiongkok juga meluncurkan alternatif untuk SWIFT: Cross-Border Interbank Payment System (CIPS), yang memungkinkan lembaga keuangan di seluruh dunia untuk mengirim dan menerima informasi tentang transaksi keuangan.[38] India juga memiliki Structured Financial Messaging System (SFMS) sebagai alternatifnya, seperti halnya SPFS di Rusia dan Pix di Brasil.
Pada KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan, negara-negara BRICS berkomitmen untuk mempelajari kelayakan adanya mata uang bersama baru atau yang serupa.[39][40][41] Perdagangan internasional yang lebih mudah dan adil, serta pengurangan besar dalam biaya transaksi akan menjadi beberapa alasan mengapa negara-negara tersebut dapat membentuk serikat mata uang.[42]
^Oliver Stuenkel (2020). The BRICS and the Future of Global Order (edisi ke-2). Lexington Books. ISBN978-0739193211.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)